StatCounter

View My Stats

Selasa, 05 Oktober 2010

Fungsi Katalog Induk Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Stakeholders


Fungsi Katalog Induk Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Stakeholders

Oleh : Hermawan
Di Poskan Oleh : Darwanto, S.Sos

Barusan baca ulasan sebuah tulisan (makalah) karya Harmawan yang membicarakan terkait katalog induk yang didalamnya dibahas secara gamblang dari pengertian, jenis katalog sampai kepada fungsi dan kegunaan dari katalog induk serta sulitnya membangun katalog induk yang sebenarnya sangat bermanfaat jika banyak daerah atau lembaga membuat katalog induk. Bahkan dalam tulisan ini juga dibahas kritik atas penulis terkait beberapa katalog induk yang sudah dibuat oleh pihak perpusnas yang berjalan kurang baik bahkan cenderung mandek. Seperti apa dan bagaimana ulasanya ? Silahkan baca makalah berikut yang saya kutip langsung dari Perpustakaan Online Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Andaikata semua penerbit di Indonesia sudah menyerahkan hasil terbitannya ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, boleh jadi Perpustakaan Nasional akan kebanjiran pengunjung, karena mempunyai koleksi yang terlengkap di Indonesia.

Andaikata Perpustakaan Nasional telah membangun katalog induk secara online dan dikerjakan secara profesional, boleh jadi para pustakawan tidak perlu lagi repot dalam membuat katalog, menentukan tajuk subjek dan nomor klasifikasi. Mereka cukup menyalin/mengunduh apa yang sudah dibuat oleh pustakawan di Perpustakaan Nasional.

Andaikata semua karya ilmiah dari masing-masing perguruan tinggi sudah dimasukkan dalam katalog induk dan sudah ada aturan yang jelas untuk mengaksesnya dari masing- masing perpustakaan, boleh jadi para pengguna perpustakaan tidak perlu lagi pergi kesana kemari untuk mencari informasi yang mereka perlukan. Silang layan (Inter Library Loan) akan semakin lancar, sehingga kebutuhan informasi pengguna perpustakaan akan mudah dipenuhi dan peran perpustakaan semakin nampak di mata “stakeholder”nya.

Sayangnya kenyataan tidak demikian. Upaya pembentukan katalog induk sudah lama diusahakan, namun dampaknya belum dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, misalnya, telah mencoba membangun Katalog Induk ( lihat http://digilib.pnri.go.id ), namun hasilnya sampai saat ini masih belum memuaskan. Perpustakaan Universitas Brawijaya bersama dengan Perpustakaan UNAIR, ITS, UI dan ITB, telah berusaha membangun katalog induk dengan harvesternya, namun menurut saya masih harus disempurnakan. Upaya-upaya tersebut harus kita dukung dan hargai, karena banyak manfaat yang akan kita peroleh apabila katalog induk tersebut terwujud dengan baik.

PENGERTIAN KATALOG DAN KATALOG INDUK

Katalog berasal dari bahasa Latin “catalogus” yang berarti daftar barang atau benda yang disusun untuk tujuan tertentu. Contoh katalog dalam pengertian umum adalah Sophie Martin Le Catalogue, katalog penerbit dsb.

Beberapa definisi katalog menurut ilmu perpustakaan dapat disebutkan sbb :

Katalog berarti daftar berbagai jenis koleksi perpustakaan yang disusun menurut sistem tertentu.(Fathmi, 2004,p.6 )
A catalogue is a list of, an index to, a collection of books and/or other materials. It enables the user to discover : what material is present in the collection, where this material may be found. (Hunter, 199, p. 1)
Katalog perpustakaan merupakan suatu rekaman atau daftar bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun menurut aturan dan sistem tertentu. (Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan, 2003, p. 130)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa katalog merupakan daftar dari koleksi perpustakaan atau beberapa perpustakaan yang disusun secara sistematis, sehingga memungkinkan pengguna perpustakaan dapat mengetahui dengan mudah koleksi apa yang dimiliki oleh perpustakaan dan dimana koleksi tersebut dapat ditemukan.

Sedangkan pengertian katalog induk (union catalog) sangat berkaitan erat dengan kerjasama pengkatalogan (cooperative cataloguing). Cooperative cataloguing sesuai dengan istilahnya merupakan kerjasama antar perpustakaan dalam pengerjaan katalog dan hasilnya adalah katalog induk. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa katalog induk merupakan hasil kerjasama dalam pengerjaan katalog oleh beberapa perpustakaan atau penyatuan dari beberapa katalog perpustakaan. Berikut adalah contoh katalog induk yaitu Katalog Induk Thailand dan Katalog Induk Lousiana yang dapat di akses melalui internet dengan alamat : http://uc.thailis.or.th dan http://search.lousilibraries.org

FUNGSI KATALOG INDUK

Sebetulnya fungsi katalog induk tidak jauh berbeda dengan fungsi katalog.

Charles Ammi Cutter menyebutkan tiga fungsi katalog yaitu :

Enable a person to find a book of which either :

the author

the title is known

the subject

2. Show what the library has :

by given author

on a given subject

in a given kind of literature

3. Asssist in the choice of a book :

as to its edition

as to its character (literacy or topic)

Terjemahan secara bebas adalah sbb :

Memungkinkan seseorang menemukan sebuah buku yang diketahui dari pengarang, judul atau subyeknya.
Menunjukkan apa yang dimiliki suatu perpustakaan oleh pengarang tertentu, pada subyek tertentu, dalam jenis literatur tertentu.
Membantu dalam pemilihan buku berdasarkan edisinya atau berdasarkan karakternya (bentuk sastra atau berdasarkan topik)

Fungsi tersebut dikemukakan oleh Cutter lebih dari 100 tahun yang lalu, namun sampai saat ini masih sangat relevan tentunya dengan beberapa penyesuaian seperti istilah buku sebaiknya diganti dengan istilah koleksi. Sedangkan untuk katalog induk mempunyai fungsi tambahan antara lain mempermudah penyalinan katalog (copy cataloguing), mendukung pengawasan bibliografi (bibliographic control), dan menopang silang layan (inter library loan).

MEMPERMUDAH PENYALINAN KATALOG (COPY CATALOGUING)

Fungsi katalog induk dalam mempermudah penyalinan katalog (copy cataloguing) bukan ditujukan untuk kepentingan pengguna perpustakaan secara langsung, melainkan untuk kepentingan para pustakawan khususnya pengkatalog dan pengklasir. Dengan adanya katalog induk memungkinkan pengkatalog dan pengklasir menyalin, mengkopi, atau mengunduh data bibliografi dan nomor kasifikasi yang sudah ada dalam katalog induk tersebut. Dengan demikian sebuah buku atau bahan pustaka lainnya tidak perlu dibuat katalognya secara berulang-ulang oleh setiap perpustakaan apabila katalognya sudah tersedia di katalog induk, tentunya dengan beberapa penyesuaian apabila diperlukan. Copy cataloguing juga memungkinkan untuk meng”upload” katalog seandainya buku yang akan dibuat katalognya itu tidak ada dalam katalog induk. Dengan cara demikian akan sangat menghemat biaya, tenaga dan waktu dan akan mempercepat pemrosesan bahan pustaka serta pada gilirannya akan meningkatkan pelayanan kepada pengguna perpustakaan.

MENDUKUNG PENGAWASAN BIBLIOGRAFI (BIBLIOGRAPHIC CONTROL)

Pengawasan bibliografi (Bibliographic control) adalah konsep dan mekanisme untuk mengetahui semua terbitan buku dalam suatu kawasan pada suatu kurun waktu tertentu, baik dalam suatu negara atau suatu regional atau tingkat internasional. Dengan prinsip ini, dapat diketahui jenis, jumlah dan judul buku apa saja yang sudah diterbitkan dalam suatu daerah tertentu pada masa tertentu ( Abdul Rahman Saleh dkk., 2005).

Fungsi katalog induk dalam mendukung pengawasan bibliografi sebetulnya merupakan fungsi yang harus dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional dalam melaksanakan pengawasan bibliografi biasanya dengan mekanisme pemberian ISBN (International Standard Book Number) dan menerapkan Undang-Undang tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam serta dengan cara mengumpulkan bahan rujukan berupa bibliografi atau indeks. Katalog induk dapat mendukung terlaksananya pengawasan bibliografi secara efektif.

Dalam konteks karya ilmiah perguruan tinggi, katalog induk dapat pula difungsikan sebagai alat bantu pengawasan bagi dosen pembimbing atau peneliti. Dosen pembimbing skripsi, tesis atau desertasi dapat dengan mudah mengetahui apakah karya tulis yang dibuat mahasiswanya itu asli atau tidak. Begitu juga para peneliti akan sangat mudah mengetahui apakah penelitian yang akan dilakukan sudah pernah diteliti orang lain atau belum. Dengan demikian pengulangan penelitian akan dapat dihindari.

MENOPANG SILANG LAYAN (INTER LIBRARY LOAN)

Di dunia ini tidak ada pengelola perpustakaan yang berani mengatakan bahwa perpustakaannya adalah perpustakaan yang lengkap. Berapa jumlah informasi yang terbit setiap hari ? Saya belum menemukan data tentang jumlah terbitan buku diseluruh dunia, namun yang pasti adalah sangat banyak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Abdul Rahman Saleh dkk. disebutkan bahwa di Indonesia selama tahun 2002 jumlah buku yang diterbitkan adalah sebanyak 6.656 judul. Ini baru buku yang terbit di Indonesia belum termasuk yang terbit di negara-negara lain. Kalau ada pustakawan yang menyatakan bahwa perpustakaannya mempunyai koleksi yang lengkap, betapa besar dana yang dibutuhkan untuk pengembangan koleksinya. Hal ini nampaknya sulit untuk direalisasikan.

Disisi lain kebutuhan informasi stakeholders perpustakaan khususnya pengguna meningkat terus seiring dengan cepatnya perkembangan informasi dan teknologi. Untuk mengatasi persoalan tersebut perpustakaan sebaiknya menyelenggarakan kegiatan silang layan. Katalog induk mempunyai peran penting dalam kegiatan silang layan. Dengan mengakses melalui katalog induk, pengguna perpustakaan akan mudah mengetahui dimana informasi yang dicari itu berada dan bagaimana cara untuk mendapatkannya.

KATALOG INDUK KARYA ILMIAH PERGURUAN TINGGI DAN KEBUTUHAN INFORMASI STAKEHOLDERS.

Dalam Workshop for Result Developing Information Resources Sharing di Universitas Brawijaya Malang tgl. 3-4 Mei 2007 yang lalu, Sulistyo-Basuki telah menyampaikan suatu masalah tentang rancunya penggunaan istilah produk perguruan tinggi dengan local content. Keduanya adalah suatu hal yang berbeda. Orang sering mengatakan bahwa produk perguruan tinggi, seperti, tesis, disertasi, laporan penelitian, laporan rektor merupakan local content, padahal produk seperti tersebut dinamakan dengan literatur kelabu (grey literature). Sedangkan yang dimaksud dengan local content adalah terbitan mengenai suatu lembaga atau daerah.

Dalam kaitannya dengan katalog induk sebetulnya tidak ada perbendaan fungsi yang signifikan antara katalog induk karya ilmiah perguruan tinggi dengan local content atau dengan bahan pustaka lain. Dalam hal ini perbedaan yang nampak justru terletak pada pemenuhan kebutuhan informasi stakeholders khususnya pengguna perpustakaan. Seseorang yang menelusur informasi tentang sebuah buku melalui katalog online baik yang melalui internet atau local area network masih jarang yang menanyakan apakah buku tersebut sudah didigitalkan atau belum. Pada umumnya para pengguna perpustakaan sudah paham bahwa koleksi buku belum disimpan dalam bentuk digital, kecuali buku yang sudah dirancang untuk e-book. Lain halnya dengan koleksi skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian; koleksi tersebut sudah banyak yang disimpan dalam bentuk digital. Kalau seseorang telah mengetahui skripsi dengan judul tertentu ada di sebuah perguruan tinggi tertentu melalui katalog online, dia akan menanyakan bagaimana cara mendapatkan fulltextnya. Para pengguna perpustakaan pasti tidak puas apabila hanya disajikan data bibliografinya. Dengan tuntutan pengguna seperti itu, perpustakaan biasanya melengkapi data bibliografinya dengan abstrak dan fulltextnya. Khusus untuk fulltext, perputakaan lazimnya masih menyimpan secara tersembunyi. Data tersebut akan dapat dimunculkan apabila syarat-syarat tertentu sudah terpenuhi.

SULITNYA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN KATALOG INDUK

Ini bukan pernyataan yang pesimistis, melainkan suatu kenyataan yang mesti dihadapi apabila ingin membangun atau mengembangkan katalog induk. Pengalaman menunjukkan bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia melalui UKKP (Unit Koordinasi Kegiatan Perpustakaan) telah mencoba membangun katalog induk nasional pada tahun 1994, hasilnya tidak dapat kita rasakan sampai saat ini. Perpustakaan Nasional dengan koleksi digitalnya telah mampu mengembangkan katalog induk secara online, tetapi isinya masih sangat memprihatinkan. Berikut ini penulis akan sajikan perbandingan hasil mengakses Koleksi Digital Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan Thailand Union Catalog (Lihat gambar). Ketika penulis mengakses katalog melalui Koleksi Digital Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kata kunci : akuntansi, maka informasi yang didapat adalah “tidak ditemukan cantuman yang bersesuaian. Bandingkan ketika kita mengakses dengan kata yang sama dalam bahasa Inggeris melalui Thailand Union Catalog ! Hasilnya ditemukan 6773 records. Contoh lain adalah kita dapat mengakses katalog induk di Perpustakaan Universitas Airlangga dengan OAI Harvester nya. Namun perkembangannya juga masih lambat. Pada tgl. 23 Mei 2007 jumlah data yang sudah dimasukkan adalah 25 records untuk koleksi digital yang ada di UNAIR, 25015 records untuk koleksi buku dari UNAIR, 407 records dari UNIBRA, 1529 records dari ITS, 17924 records dari UI, dan 678 records koleksi jurnal dari UNAIR. Setelah beberapa hari kemudian yaitu tgl. 28 Mei 2007, penulis lihat data tersebut masih belum berubah yang berarti tidak ada perkembangan. Idealnya suatu katalog induk senantiasa di update setiap hari, sehingga pengguna perpustakaan akan menemukan hal-hal baru apabila mengaksesnya. Inilah sulitnya membangun dan mengembangkan katalog induk. Pepatah mengatakan bahwa membangun itu sulit, tetapi memelihara akan lebih sulit lagi. Dalam kasus di atas seharusnya ada sinergi antara perpustakaan perguruan tinggi dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam membangun katalog. Induk. Perpustakaan Nasinal RI sudah punya wadahnya, sementara perpustakaan perguruan tinggi memiliki isinya, kalau keduanya dapat bersinergi dengan baik Insya Allah pembangunan Katalog Induk Indonesia akan lebih baik. Selanjutnya fungsi katalog induk akan segera dapat dirasakan oleh masyarakat.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

Katalog induk disamping mempunyai fungsi sebagaimana katalog perpustakaan, juga berfungsi mempermudah copy cataloguing, mendukung pengawasan bibliografi dan menopang pengembangan silang layan.
Pengembangan katalog induk memang sulit, namun apabila katalog induk dapat diwujudkan akan banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi stakeholders khususnya pengguna perpustakaan.
Antara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan perpustakaan perguruan tinggi seharusnya bersinergi dalam pembangunan dan pengembangan katalog induk.
Penulis berharap dalam Workshop of Informastion Internet Working II yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya Malang ini, dapat menghasilkan rekomendasi untuk mpercepat terwujudnya Katalog Induk Nasional yang difasilitasi oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam, Mahfut, 2007. Ragam silang layan antar perpustakaan berbasis web : pengalaman dan studi kasus di Australia. Makalah disampaikan pada Workshop for Result Developing Information Resource Sharing yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya Malang, tgl. 3 – 4 Mei 2007.
Bush, Carmel et al. 2000. Prospector : a multivendor, multitype, and multistate western union catalog, Information Technology and Libraries 23,4.
Coyle, Karen, 2000. The virtual union catalog : a comparative study. D-LibMagazine,6, 3. (www.dlib.org/dlib/march00/coyle/03coyle.html )
Fathmi dan Adriati, 2004. Katalogisasi : Bahan Ajar Diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI.
Hunter, Eric J and Bakewell, K.G.B. 1991. Cataloguing. London : Library Association Publishing.
Saleh, Abdul Rahman dkk. 2005. Kondisi perbukuan Indonesia pasca krisis moneter 1998. Perkembangan Perpustakaan di Indonesia. Bogor : IPB Press.
Septiyantono, Tri (editor), 2003. Dasar-dasar iimu perpustakaan dan informasi. Yogyakarta : Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adap IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sulistyo-Basuki, 2007. Peluang dan strategi rekomendasi penerapan silang layan antarperpustakaan berbasis Web di Indonesia. Makalah disampaikan pada Workshop for Result Developing Information Resource Sharing yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya Malang, tgl. 3 – 4 Mei 2007.
Toha, Yuyu Yulia dan Mustafa, B. 2005. Perpustakaan Nasional sebagai pusat data : layanan copy cataloging metadata bibliografi bagi perpustakaan di Indonesia. Perkembangan Perpustakaan di Indonesia. Bogor : IPB Press.

Tidak ada komentar: