StatCounter

View My Stats

Rabu, 30 September 2009

PERPUSTAKAAN DIGITAL SEBAGAI SOLUSI KETERBATASAN AKSES INFORMASI

Oleh : Agungpurno
Posting Oleh : Darwanto S Sos

Bismillahirrokhmanirrochim

A. LATAR BELAKANG

Jum’at itu tepatnya pada jam 10.15 Prof. Tompul mengakhiri sesi presentasi perkuliahan fisiologi tumbuhan. Seperti biasa, beliau memberikan “oleh-oleh” kepada mahasiswa. Paper dengan topik yang telah ditentukan dibagi sesuai kelompok. Nadia bersama rekan kelompok harus dapat menyelesaikan dalam 1 minggu. Ternyata bukan cuma MK (mata kuliah) fisiologi saja yang membebankan tugas kepada Nadia dan teman-temannya. Setidaknya sudah 4 MK yang telah memberikan tugas paper kepada Nadia dan teman. Itupun belum termasuk 7 laporan praktikum yang mesti dikerjakan setiap minggu (kasus 1). Nadia CS segera bergegas menuju perpustakaan jurusan setelah mendapatkan tugas tersebut. Setelah Nadia agak jenuh melihat hamparan buku di dalam 1 ruang, Nadia mengamati orang disekitarnya. Ternyata teman-temannya sekelas juga melakukan kesibukan mencari buku. Seperti biasanya, Nadia CS harus meluangkan waktu banyak untuk mencari buku demi buku dan membuka halaman demi halaman. Ini semua demi teks yang sesuai dengan topik tugas dari pak Tompul. Sialnya, sudah hampir 3 jam Nadia CS masih belum mendapatkan referensi yang cukup untuk menyelesaikan tugas dari pak Tompul (kasus 2). Peristiwa ini sangat mirip dengan ratusan hari kemarin selama beberapa bulan sebelumnya. Nadia CS telah memastikan mereka detik itu harus keluar dari perpus jurusan dan bergegas menuju perpustakaan pusat di jantung kampus UB. Nadia CS dalam 5 menit telah sampai di penitipan barang perpus UB. Setibanya, salah satu dari teman nadia langsung memencet tombol-tombol di keyboard komputer perpus pusat. Dia ingin memastikan dimana lokasi buku yang mereka buru. Alhamdulillah, katalog buku di komputer perpus mencatat 2 judul buku yang sesuai dengan topik. Seketika itu mereka berhamburan menuju rak buku. Alamak, lagi-lagi mereka tidak memperoleh teks yang mereka harapkan. Ternyata buku yang mereka cari tidak ada. Dengan tetap menjaga perasaan harap, mereka menuju rak tumpukan buku sementara. Rak ini khusus menampung buku-buku dengan traffick tinggi yang sering dipinjam mahasiswa. Seperti dugaan sebelumnya, 2 buku memang sudah dipinjam. Selang ½ jam berikutnya, sekali lagi mereka harus kecewa untuk yang kesekian kali (kasus 3).Nadia CS dengan berat hati akhirnya memutuskan untuk menunda mengerjakan tugas pak Tompul. Mereka menggunakan jurus dari kakak-kakak kelas, jurus “wait n see“. Jurus ini mempunyai 2 kaidah berbunyi. Kaidah ke-1 berbunyi, “ngapain mencari sendiri tinjauan pustaka, nyontek aja dari teman”. Kaidah ke-2 berbunyi, “Tunggu 1-2 sebelum deadline, pasti ada yang udah ngerjain”. Satu hari sebelum deadline tugas diserakan, Nadia CS berburu contekan dari teman-teman berduit yaitu teman-teman yang berkecukupan membeli buku-buku sesuai MK yang diambil. Dengan jurus Wait n see, Nadia CS tidak perlu menggunakan kesadaran dan otak dalam proses pengerjaan tugas. Mereka cukup menduplikasi dan copy paste karya teman-temannya (kasus 4). Alhasil, mereka bisa menyerahkan tugas tepat waktu. Sayangnya, mereka tidak memahami apa “isi” dari tugas mereka. Ketika waktu berlalu dan semester berjalan, mereka tidak mengingat pengetahuan hingga level “apapun” dari tugas. Percaya atau tidak percaya, peristiwa ini telah terjadi dan dialami ratusan hingga ribuan mahasiswa UB. Bukan cuma 1-2 generasi, bahkan dialami lintas generasi dan lintas jurusan.Nadia dan teman-temannya dalam hati sering mengeluh. Sebenarnya bagi mereka tidak merasa malas untuk mengerjakan tugas-tugas dari kuliah maupun praktikum. Mereka pun tidak menginginkan menyontek dari teman. Mereka ingin benar-benar mendapatkan pengetahuan seoptimal mungkin dari kampus. Kondisi dan situasi memaksa mereka untuk melakukan jalan pintas dengan menyontek tugas. Nadia CS bukanlah satu-satunya mahasiswa di UB yang mengalami hambatan akses buku. Ratusan bahkan ribuan mahasiswa UB diluar sana mengalami kesedihan ketidak tersediaan fasilitas referensi representatif. Saya pernah mengalami semester berat pada 3 tahun awal perkuliahan terutama semester 3. Bagi mereka yang mengambil 24 SKS dengan 8 praktikum dalam 1 semester, semester itu adalah semester yang berat dan sarat perjuangan.

B. PERMASALAHAN

Dari ilustrasi cerita diatas, kita mengidentifikasi beberapa permasalahan pada perpustakaan UB yaitu :

1. Tugas yang banyak membutuhkan ketersediaan referensi yang representatif dan proporsional (kasus 1).
2. Kebutuhan referensi tinggi tetapi ketersediaan akses referensi terbatas dan kurang proporsional bila dibandingkan dengan kuantitas mahasiswa UB (kasus 2 & 3 ).
3. Keterbatasan akses referensi menyebabkan kekecewaan yang berujung kemalasan mengerjakan tugas (kasus 4).

Apabila diuraikan lagi lebih detail akan diperoleh beberapa sub permasalahan dari ke-3 rumusan masalah diatas yaitu :

1. Banyak buku menumpuk di rak sementara yang tidak berada di rak asal.
2. Sistem informasi perpustakaan UB tidak menyediakan informasi kondisi buku ready stock/ in inventory/ tersedia atau out/ borrow/ keluar.



C. SOLUSI

Saya akan berusaha menawarkan alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan berdasarkan ilustrasi cerita diatas. Solusi yang ditawarkan adalah penerapan Perpustakaan Digital (Digital Library) atau PD. Kita harus mengakui dengan jujur bahwa perpustakaan pusat UB sudah mulai “mengarah” ke arah perpus digital. Bagi saya perpus pusat UB belum dapat 100% dikategorikan perpustakaan digital karena belum memenuhi kriteria perpus digital. Perpustakaan digital mereposisi peran faktor where, when, who dan how. Perpustakaan digital setidaknya memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

1. Tidak butuh kertas dan tinta

Perpustakaan konvensional (PK) mewajibkan penggunaan media kertas dan tinta untuk menyimpan informasi. Atau dengan kata lain tanpa kertas dan tinta, informasi tidak dapat disimpan dan digunakan pada saat dibutuhkan. Ini berbeda dengan PD. PD dikerjakan untuk mengoptimalkan kemampuan teknologi menyimpan informasi dalam bahasa biner. Kita tidak perlu lagi menebang hutan (kayu sebagai bahan pulp/ kertas mentah) untuk menyimpan informasi, peristiwa dan warna-warna dunia. Cepat atau lambat, PD akan mengurangi bahkan menggeser peran perpus konvensional. Kertas dan tinta bisa jadi cuma digunakan untuk lembar-lembar keputusan dan kebijakan. Salah satu contoh nyata pergeseran media penyimpanan informasi di dunia adalah semakin tidak lakunya Britanica Encyclopedy ketika Microsoft melauncing MS Encharta. Jutaan halaman kertas digantikan dengan 3-5 keping CD. Ensiklopedi konvensional melulu mengandalkan indera penglihatan dan peraba karena buku cuma bisa digunakan dengan dilihat dan diraba. Ensiklopedi ini juga berat dan menghabiskan tempat di rak sebab minta ampun tebalnya. Ensiklopedi digital mengatasi berbagai permasalahan itu. Ensiklopedi konvensional tidak bisa menyajikan video dan permainan edukasi yang interaktif sebagaimana ensiklopedi digital. Ensiklopedi konvensional akan menjadi sangat tidak praktis jika dibawa kemana-mana. Ensiklopedi konvensional bisa menjelaskan suara anak burung kelaparan berbunyi, “cuit, cuit”. Ensiklopedi digital bisa menampilkan video ibu burung yang menyuapi anak-anaknya. Berikut tabel perbandingan Britanica Encyclopedy dengan MS Encharta.
No Parameter Britanica Encyclopedy MS Encharta
1 media kertas dan tinta kepingan CD, Hard Disk
2 Volume besar minim
3 Multimedia visual Visual & Audio
4 Harga mahal terjangkau
5 Jumlah isi besar Sangat besar
6 Revisi dan update cetak ulang Tidak perlu cetak ulang

Saya sangat merekomendasikan untuk melihat MS. Encharta. Dengan melihatnya, anda bisa langsung membayangkan seperti apa perpustakaan digital.

1. Online dan buka 24 jam

Perpustakaan digital mempunyai fungsi yang tidak dibayangkan dimasa lalu. PD mempunyai karakteristik online artinya dapat diakses dimana saja (anywhere) dan oleh siapa saja (anyone). PK mensyaratkan anda harus benar-benar hadir diperpustakaan itu berlokasi. Karena perpustakaan pusat UB yang terletak di jantung kampus UB maka anda harus berada di dalam perpus pusat UB untuk mendapatkan akses informasi yang anda butuhkan. Bandingkan dengan PD, anda bisa memperoleh informasi yang disediakan perpus UB meski anda di kost Sumbersari, kost Kerto bahkan jika kita berada di Papua atau negara asing. Sambil mengaduk secangkir kopi hangat dan merebus sebungkus mie instan, kita mendownload artikel dari bank data perpus untuk mengerjakan skripsi. Dengan PD, faktor where yang membatasi akses akan semakin dieliminasi.Perpustakaan digital memungkinkan anda untuk memperoleh akses informasi tanpa harus menjadi member perpus tersebut. Ketika anda membutuhkan jurnal ilmiah dari USA, anda tidak perlu mendatangi negara USA untuk bisa masuk kedalam perpus itu. Kalaupun harus menjadi member, proses registrasi tidak mengharuskan anda hadir secara fisik untuk administrasi member. Anda cukup mengisi formulir yang tersedia dalam situs resmi perpustakaan tersebut. Untuk menjadi anggota perpus UB, anda tidak harus menjadi mahasiswa UB. Dengan PD, faktor who tidak menjadi sebegitu penting seperti dikala lalu.Perpustakaan digital tidak pernah tidur dan buka 24 jam per hari (anywhen) karena sistem informasi meminimalkan keterjagaan mata manusia menjaga operasional perpustakaan. Setahu saya belum ada perpustakaan di Indonesia yang buka 24 jam. Kalaupun ada perpus dengan servis 24 jam, dibutuhkan ekstra karyawan untuk shift kerja. PD dengan sistem informasi terotomatisasi memungkinkan data dapat diakses selama 24 jam. Tidak ada keluhan lelah, ngantuk dan bosan dari karyawan penjaga perpus. Dengan PD, faktor when sebagai pembatas waktu kian tak terbatas. Ensiklopedi Wikipedia.com adalah contoh gudang informasi yang dapat diakses 24 jam dan menyediakan beragam bahasa termasuk bahasa Indonesia.Perpustakaan digital menjamin buku selalu ready stock meski pada saat yang sama dibaca 1 juta orang. Kira-kira apa yang terjadi jika 100 mahasiswa UB membutuhkan buku dengan judul yang sama ?. Proses (anyhow) memperoleh akses informasi kian dipermudah. Anda tidak perlu kuatir buku lecek dan kusam jika menggunakan PD. Penggunaan warna menarik tidak menjadikan harga akses lebih mahal sebagaimana PK. Buku yang menggunakan tinta warna lebih banyak tentunya mempunyai harga lebih mahal daripada buku hitam putih. Laksana mobile phone hitam putih dengan tipe berwarna dan resolusi layar pixel yang tinggi. Apabila anda membutuhkan suatu informasi, anda cukup masukkan kata kunci ke search engine ke situs perpus digital itu. Seketika, anda disajikan judul maupun isi data yang sesuai dengan kata kunci. Bandingkan dengan PK, anda harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuka lembar demi lembar buku untuk menemukan informasi yang anda butuhkan. Kombinasi pelayanan PD dan PK memberikan tawaran banyak cara untuk mendapatkan akses menuju gudang infomasi. Dengan PD kita tidak perlu membongkar-bongkar arsip yang berdebu 5-10 tahun lalu ketika membutuhkan sebuah peristiwa dimasa lampau. Kita tidak perlu stres mencari skripsi kakak kelas 5-10 tahun lalu. Skripsi dengan judul yang sama sangat bisa dihindari. Dosen bisa mengecek di PD kampus UB, apakah judul yang diajukan mahasiswa bimbingannya sudah ada yang pernah meneliti atau belum.Perpustakaan pusat UB telah mengikrarkan diri sebagai salah satu digital library. Ketika saya mencoba mengakses informasi dari luar perpus pusat UB, ternyata tidak banyak informasi yang bisa kita dapatkan. Informasi yang tersedia lebih bersifat mempromosikan perpus pusat UB seperti struktur organisasi, foto kegiatan dan koleksi (judul & pengarang), dll. Padahal beberapa perpustakaan PTN lain sudah mengonlinekan jurnal-jurnal ilmiahnya. Sebagai contoh IPB yang sudah berani mempublikasikan laporan tesis dan disertasi.

Tulisan diatas menjelaskan kriteria yang perlu dipenuhi oleh perpustakaan digital. Kriteria perputakaan digital tersebut bersifat konseptual. Berikut langkah-langkah kongkrit yang bisa diambil untuk menuju PD, yaitu :

1. Tinta menuju binerMentransformasi atau memindah informasi, pengetahuan maupun artikel yang tersimpan dalam goresan tinta pada kertas. Informasi itu bisa tertulis dalam buku, skripsi, tesis, disertasiInformasi dipindah ke bahasa biner, bahasa yang digunakan dalam dunia digital. Keberadaan perpustakaan digital tidak serta merta memusiumkan koleksi buku di perpus pusat UB. Keberadaan PK tetap diperlukan layaknya pasar tradisional dan supermarket tetap diperlukan meski telah banyak perusahaan dot.com menawarkan belanja secara maya.

2. Pemindahan bertahapProses pemindahan informasi dilakukan secara bertahap disesuaikan berdasarkan skala prioritas. Prioritas tertinggi diurutkan berdasarkan : a. frekuensi peminjaman (sering dipinjam → jarang dibaca)b. buku utama (buku utama Mata kuliah → buku penunjang/umum)c. kuantitas (terbatas/sedikit → banyak)d. kualitas (excellent → not too bad, asing → indonesia atau sebaliknya)e. umur (tua/lama → muda/kontemporer), dll.

3. Dikerjakan PCMetode yang dapat diaplikasikan untuk memindah informasi dari buku ke data digital bisa beragam. Berikut 2 metode yang dapat dipakai, yaitu :

a. ManualMetode manual memaksimalkan potensi manusia (hardskills) untuk memindah data. Orang mengetik satu huruf per huruf berdasarkan teks tertulis pada buku. Sedangkan gambar discan dan disimpan ke bank data. Metode ini memiliki keuntungan yaitu tidak membutuhkan biaya lebih banyak karena tidak perlu membeli alat baru. Sedangkan kelemahannya yakni membutuhkan waktu sangat lama, tenaga manusia banyak, rawan kesalahan dalam pengetikan dan dibutuhkan editing yang menyita waktu & rumit guna mengecek editorial ketikan.b. OtomatisMetode otomatis mengoptimalkan potensi gadget dan meminimalkan keterlibatan manusia (softskills). Gadget yang dimaksud adalah scanner. Sekarang telah tersedia scanner khusus misal produksi Canon (maaf, serinya lupa) yang dapat membaca gambar beserta tulisan/ huruf. Tatkala kita tinggal menyecan suatu halaman, kalimat bisa disimpan dalam format doc (MS Word), txt (notepad) dll. Sehingga bisa langsung dimasukkan kedalam halaman situs PD. Metode ini memiliki keuntungan yaitu kebalikan dari kelemahan metode manual. Waktu yang dibutuhkan jauh lebih sedikit dan operasionalitas mudah. Sedangkan kelemahannya yakni mengharuskan memakai scan baru sehingga harus beli (kalau ada yang mau pinjami, ya tidak apa-apa :p ).c. Semi otomatisMetode semi otomatis menggunakan cara transisi antara manual dengan otomatis. Metode ini memanfaatkan potensi software. Software yang dimaksud adalah penulis kata-kata (speek writing). Artinya, kita cukup mengucapkan kata-kata sesuai isi buku. Lalu, software secara otomatis merubah suara anda menjadi teks, kata dan kalimat. Mengapa harus memakai software speek writing bila kita bisa mengetik?. Sebab kecepatan orang mengetik maksimal 40 kata/ menit. Sedangkan software bisa menghasilkan 120 kata/ menit (setidaknya ini promosi dari perusahaan pembuat software tersebut).

4. Kerahasiaan, plagiat dan hak cipta ?Inilah pertanyaan yang menjadi salah satu alasan tidak berkembangnya PD di Indonesia. Alasan mengapa orang-orang membatasi bahkan menolak penerapan PD 100%. Penolakan dan keengganan tersebut pada umumnya diungkapkan oleh orang-orang yang sekarang menduduki berbagai jabatan, berumur antara 40-70 tahun. Hal tersebut sangat wajar karena mereka lahir dan dibesarkan di era Industri. Kalaupun ada manusia dibawah umur 40 tahun masih berpikiran seperti itu, berarti dia masih hidup di era industri. Mereka sadar atau tidak sadar, harus mengetahui bahwa sekarang adalah era Informasi. Dunia kian tidah dibatasi oleh oleh ruang dan waktu. Dengan sekali klik (just click away), kita bisa menghasilkan perubahan di dunia. Negara-negara didunia sudah sepakat untuk mengurangi hingga menghilangkan batasan perdagangan antara negara (AFTA). Siapa yang menguasai informasi, dialah yang bakal berkuasa. Mungkin ada orang tidak sependapat dengan ide dan realita ini. Sekali lagi masih beralasan sebab Indonesia selalu tertinggal dalam banyak hal dari dunia luar. Sehingga, paradigma dunia industri masih layak dipakai di Indonesia.Ada yang mengatakan, “jika semua informasi ditampilkan di dunia maya, kita tidak punya rahasia lagi”. Sekarang, coba anda ketikkan suatu hal yang ingin anda ketahui ke dalam search enggine. Saya jamin hampir selalu ada informasi yang bisa anda peroleh. Anda masih ingat hukum fisika dan kimia yaitu “Aksi = Reaksi” atau “energi = kekal, hanya berubah bentuk”. Mengapa tidak berbunyi“Reaksi = Aksi”. Sebab anda bisa memperoleh sesuatu (take=reaksi) setelah memberikan sejumlah sesuatu terlebih dulu (give=aksi). Konsep alam ini juga telah diterapkan pada ilmu manajemen (reward n punishment), psikologi, pemasaran (senyuman) dll. Ketika kita tidak membuka dan memperkenalkan diri kepada dunia, bagaimana kita bisa dikenal dunia?. Semakin banyak kita memberi semakin kita banyak menerima. Bill gates orang terkaya didunia pemilik Microsoft hingga kini menjadi orang paling dermawan didunia. Bagaimanapun juga, saya sepakat ada batas-batas dimana sesuatu lebih baik tetap menjadi rahasia.Beberapa orang merasa kuatir tatkala skripsi, tesis atau disertasi dipublikasikan secara online menjadikan orang lebih mudah untuk menjiplaknya atau memberikan angin segar bagi plagiator. Terus terang saya sangat tidak setuju. Berikut beberapa alasan, yaitu :a. kontrol lebih mudah.Seperti yang saya jelaskan diatas, ketika kita mempublikasikan karya intelektual skripsis, tesis maupun disertasi secara online maka kita lebih mudah mengetahui judul tersebut plagiat atau murni. Dosen tinggal ketik judul yang diajukan mahasiswa di perpus digital. Seketika diketahui apakah judul telah diteliti atau belum (aspek judul). Isinya pun bisa disingkronkan dengan data PD. Jika ada yang sama, pasti ketahuan seketika (aspek isi).b. percayaKita sering ketakutan adanya plagiat ketika ada keinginan mempublikasikan hasil penelitian. Tetapi, kita pada bersamaan melupakan berapa juta mahasiswa membutuhkan informasi penelitian yang pernah dilakukan untuk menyempurnakan penelitian mereka. Kita lebih sayang pada minoritas para plagiat daripada para mahasiswa idealis. Buktinya sampai sekarang sangat amat luar biasa susah untuk mengakses hasil penelitian. Jadi, perpustakaan langsung tidak langsung bertanggungjawab atas jeleknya kualitas pendidikan Indonsesia. Bayangkan betapa berkualitasnya penelitian mereka karena memperoleh referensi berkecukupan dan representatif. Bagaimana bisa pintar, wong untuk akses informasi susahnya minta ampun dan seringkali mahal. Toh, dengan sistem tertutup (skripsi, tesis dan disertasi tak boleh keluar) yang kita terapkan sekarang terbukti melahirkan plagiator dan menyebabkan proses identifikasi plagiat menjadi sukar. Akhir kata, bagaimana bangsa lain mempercayai kita sedangkan kita tidak mempercayai bangsa kita sendiri?.Ada juga yang mempermasalahkan aspek hak cipta (copyright). Ketika kita mempublikasikan buku karya orang atau produksi suatu penerbit, kita meski sudah memperoleh ijin. Faktor ini memang perlu dipertimbangkan jangan sampai disuatu hari merugikan kita. Namun, jawaban sekaligus tawaran solusi dari ke-3 keraguan diatas akan dideskripsikan dibawah.Saya menawarkan solusi untuk mengatasi keraguan terhadap aspek kerahasiaan, plagiat dan hak cipta, yaitu :a. Tidak dipublikasikan 100%Kita tidak perlu mempublikasikan seluruh bagian dari karya intelektual skripsi, disertasi dan tesis. Yang tidak perlu dipublikasikan adalah bagian tinjauan pustaka. Sebenarnya yang benar-benar kita butuhkan dari penelitian-penelitian terdahulu adalah hasil dan pembahasan. Data ini selanjutnya kita pakai sebagai tinjauan pustaka penelitian kita. Jadi, mulai dari judul, abstraksi, hal, metodelogi, hasil pembahasan dan daftar pustaka serta lampiran kita publikasikan. Apakah anda tidak bangga jika seluruh mahasiswa di nusantara menggunakan hasil penelitian mahasiswa UB sebagai tinjauan pustaka?. Apa tidak keren itu namanya?. Perpustakaan pusat UB tidak perlu mengetik ulang skripsi. Perpus cukup meminta soft copy dari mahasiswa bersamaan dengan pengumpulan hard copy skripsi. Data tinjauan pustaka tetap disimpan dibank data tapi tidak dipublikasikan. Keuntungan dari data skripsi disimpan pada PD adalah jika terjadi hal-hal tidak diinginkan seperti kebakaran, banjir, gedung runtuh, kertas rusak. Bank data memungkinkan karya intelektual menjadi tetap terjaga untuk jangka waktu sangat lama (jika tidak memakai kata “abadi”).b. Akses bersyaratPerpus UB menerapkan akses bersyarat untuk akses terhadap buku, artikel dan semacamnya yang bukan hasil terbitan UB. Akses bersyarat terbagi 2 yaitu :- akses anggota perpus UB yaitu anggota perpus UB selain bisa mengakses karya UB, anggota juga bisa mengakses buku, artikel dan semacamnya yang bukan hasil terbitan UB. Mengapa syah atau tidak melanggar hukum (menurut versi saya)?. Karena perpus UB telah memiliki buku asli artinya perpus UB telah membeli buku secara legal. Selain itu, publikasi hanya bisa diakses oleh anggota saja. Sebenarnya, dengan mempublikasikan buku berarti secara tidak langsung kita mempromosikan buku tersebut (spiral marketing). Jika ada kekuatiran buku tidak laku gara-gara dapat di online secara gratis, sebenarnya tidak beralasan. Sebab masing-masing mempunyai konsumen dan pengguna yang berbeda. - akses non anggota/ orang umum yaitu orang umum yang bukan anggota perpus UB cuma bisa mengakses informasi hasil karya civitas Univ. Brawijaya. Orang umum tidak mendapatkan akses kepada buku-buku terbitan pihak luar.

5. Akses dan downloadInformasi yang telah disediakan oleh perpustakaan pusat UB dapat diakses langsung dari dalam perpus dan luar perpus. Perpustakaan cukup menyediakan banyak colok koneksi internet di dalam gedung. Perpustakaan tidak perlu membayar tagihan browsing karena bisa memanfaatkan saluran koneksi internet Sampoerna Corner. Tetapi koneksi tidak perlu harus melalui Sampoerna corner, cukup melalui colok-colok tadi. Mahasiswa yang mempunyai notebook, laptop, PDA, dan Ipod sambil baca buku bisa mengakses internet. Sambil kerja kelompok, mahasiswa bisa langsung mencari artikel sesuai topik pembahasan. Penyediaan colok-colok koneksi internet telah diterapkan oleh perpus UGM dan UI. Data yang dapat didownload oleh mahasiswa UB dan orang umum bisa menggunakan format doc (MS Word), PDF (Adobe Reader) atau kompres zip (Winzip) dan rar (Winrar). Pada umunya bentuk PDF lebih sering digunakan untuk informasi berbentuk buku. Hal ini dikarenakan lebih ringan dan ada seting yang membuat data PDF tidak bisa dirubah untuk memproteksi artikel. Data bisa didownload per judul buku atau per bab dalam buku.

6. Pusat menuju fakultasSetelah seluruh koleksi perpus UB pusat yang ditargetkan telah diduplikasi menjadi PD, langkah selanjutnya adalah top – bottom. Perpus pusat mengkoordinasi perpus fakultas dan jurusan melakukan pekerjaan seperti yang dikerjakan perpus pusat UB, menjadi perputakaan digital. D. PENUTUP

Saya optimis 99,9 % bila Universitas Brawijaya 1-2 tahun kedepan bisa mengaplikasikan PD yang memenuhi kriteria diatas, UB akan menjadi pioner excellent PD di bumi pertiwi, insya 4JJI. Saya bisa membayangkan betapa tingginya user account (jumlah pengunjung) perpus UB ketika konsep PD benar-benar diterapkan.Meski saya mungkin sudah bukan menjadi mahasiswa UB lagi, tidak masalah. Sebab adik kelas kita harus lebih baik daripada kita. Saya yakin kompetisi yang mereka hadapi dimasa mendatang lebih keras daripada yang saya hadapi dimasa kini.Apakah anda masih ingat sejarah asal-usul internet?. Teknologi jaringan pertama kali digunakan oleh militer secara terbatas (intranet). Kemudian dimanfaatkan oleh kampus-kampus untuk bertukar artikel dan jurnal untuk penelitian (internet). Baru setelah itu internet digunakan untuk beragam keperluan. Sepertinya, kita telah jauh berkembang dengan internet dan memakainya untuk bermacam fungsi dari kirim pesan (email), publikasi (web) hingga komunikasi secara audio (VoIP, gatway) dan video (video streming). Tetapi, lupa bahwa fungsi internet untuk bertukar informasi dalam dunia pendidikan seperti posisi kita sekarang sebagai mahasiswa atau dosen. Bukankah begitu?.Semoga bermanfaat.

Rabu, 19 Agustus 2009

perkembangan dunia perpustakaan

Perkembangan perpustakaan tidak pernah lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Hal ini dikarenakan perpustakaan sangat berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Ketiganya saling mendukung satu dengan lainnya, perpustakaan memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan melalui penyimpan berbagai informasi dan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, sedangkan teknologi informasi memberikan dukungan pada kemudahan akses dan sistem informasi
dalam sebuah perpustakaan. Seiring dengan perkembangan ketiganya, sekarang ini dikenal adanya perpustakaan digital atau ‘digital library’ yang mampu menciptakan wadah yang lebih luas lagi bagi hubungan ketiga hal tersebut di atas. Salah satu hal yang saat ini sangat diperhatikan oleh perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi dalam hubungannya dengan perpustakaan digital adalah pengembangan koleksi digital. Makalah ini mencoba sedikit memberikan gambaran kepada semua mengenai bagaimana istilah digital sebagai bagian dari proses pengembangan perpustakaan digital.

Minggu, 16 Agustus 2009

Pertemuan FPPT di STIE EKUITAS

REPORTASE
SEMINAR DAN PERTEMUAN RUTIN FORUM PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI (FPPT) WILAYAH
JAWA BARAT DENGAN TEMA "PENINGKATAN KAPASISTAS PUSTAKAWAN DALAM RANGKA
PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI"

Acara seminar dan pertemuan rutin dibuka oleh Kepala Badan Perpustakaan dan
Arsip Daerah Propinsi Jawa Barat Drs. H. Dedi Junaedi, MSi. Pertemuan dan
seminar dihadiri oleh 140 peserta dari berbagai Kepala perpustakaan dan
pengelolan perpustakaan perguruan tinggi di Jawa Barat, serta satu wakil dari
Perpustakaan Universitas Indonesia dan beberapa undangan dari perpustakaan
instansi di Kota Bandung.
Pada acara tersebut disampaikan sambutan diantaranya oleh Ketua FPPT Jabar,
Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat, Ketua STIE EKUITAS dan Kepala Badan
Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Barat.
Ketua FPPT Jabar mengatakan keberadaan forum diilhami oleh Perpustakaan Nasional
yang beranggapan bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan mitra penting
perpustakaan Nasional, untuk turut aktif mengembangkan perpustakaan di
Indonesia, maka dibentuklah wadah Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia
yang pendiriannya didirikan di Jawa Barat. Tema kali ini mengambil kualitas
layanan sebagai back to basic karena selama ini forum lebih sering mengambil
tema berkaitan dengan teknologi informasi. Forum kali ini beranggapan bahwa
kualitas layanan pengelola atau Pustakawan merupakan suatu sumber daya yang
penting, mengibaratkan seperti di dunia perbankan, yang senantiasa mengumbar
senyuman dan layanan yang ramah kepada nasabahnya, pustakawan pun harus bisa
seperti itu sehingga pemustaka menjadi betah berada di perpustakaan.
Koordinator Kopertis Wilayah IV Jawa Barat yang diwakilkan dalam memberikan
sambutannya karena berhalangan hadir mengatakan bahwa perpustakaan harus lebih
memperhatikan aspek teknologi informasi, sesuai dengan perkembangan globalisasi
informasi saat ini, sehingga tidak akan ditinggalkan oleh penggunanya. Koleksi
di perpustakaan tidak hanya koleksi cetak seperti buku, majalah, jurnal, dan
surat kabar, tetapi saat ini sudah banyak sekali koleksi digital baik tentang
buku, journal maupun artikel, sehingga akan lebih mudah bagi pengguna untuk
memanfaatkan fasilitas di perpustakaan.
Ketua STIE Ekuitas sebagai tuan rumah, mengatakan akan pentingnya perpustakaan
bagi peningkatan akademik perguruan tinggi. Dengan adanya forum diharapkan dapat
meningkatkan perpustakaan perguruan tinggi yang berada di Jawa Barat, sesuai
dengan motonya yang kuat membantu yang lemah. Perpustakaan perguruan tinggi
merupakan bagian yang integral dari perguruan tingginya, oleh karena itu
kemampuan tenaga pengelola atau pustakawan harus lebih diperhatikan
kemampuannya, jangan sampai yang duduk di perpustakaan justru tidak mengerti
akan pentingnya perpustakaan, misalnya dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna tidak ramah, tidak santun dan kualitas pendidikannya tidak
diperhatikan, padahal perpustakaan perguruan tinggi melayani orang-orang
intelektual seperti mahasiswa dan dosen. Pustakawan harus tulus hati dalam
memberikan pelayanan kepada anggotanya, dan yang paling penting adalah
pustakawan harus menyayangi buku-buku atau koleksi yang dimiliki oleh
perpustakaan, sehingga koleksi perpustakaan akan senantiasa terpelihara dengan
baik.
Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Barat dalam sambutannya
mengatakan peran penting FPPT Jabar dalam mengembangkan perpustakaan perguruan
tinggi Jawa Barat, juga diharapkan turut aktif memperhatikan perpustakaan
sekolah yang keberadaan nya masih sangat kurang baik kuantitas maupun
kualitasnya. Kerjasama antar perpustakaan perguruan tinggi, juga kerjasama
dengan perpustakaan daerah sangat penting baik kerjasama dalam tukar informasi
koleksi, maupun kerjasama peningkatan SDM perpustakaan. Ketua Badan berharap
dalam pertemuan kali ini para peserta dapat menyimak dan memperoleh manfaat yang
berarti dari para pembicara, diantaranya dengan kemampuan membaca cepat (quick
reading) yang akan disampaikan oleh Nunu A. Jamijaya (penulis buku dan pendiri
IQRA: Indonesian Quick Reading Association), serta dari pembicara Bapak
Hermanto Kosasih (Prime Consulting) berkaitan dengan pelayanan prima di
perpustakaan.
Demikianlah reportase seminar dan pertemuan ilmiah rutin FPPT JABAR yang ke V.
Semoga dapat bermanfaat bagi para peserta seminar dan pertemuan ilmiah FPPT so
perpustakaan akan semakin jaya.

PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN LEWAT KERJASAMA JARINGAN PERPUSTAKAAN APTIK (JPA)

PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN LEWAT KERJASAMA
JARINGAN PERPUSTAKAAN APTIK (JPA)

Oleh : Darwanto S.Sos

Lima tahun sesudah berdirinya APTIK (Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik), tepatnya bulan Juli 1989, para kepala perpustakaan yang tergabung dalam universitas anggota APTIK, berkumpul untuk membahas suatu bentuk kerjasama berupa APTIK Library Network (ALN). Setelah mengalami ‘kelesuan’ selama 1994-1995, ALN bangkit kembali pada tahun 1996 dan berganti nama menjadi JPA (Jaringan Perpustakaan APTIK). Kerjasama ini diprakarsai oleh Ibu Irene R. Adhikusuma (Kepala Perpustakaan Unika Widya Mandala pada waktu itu) yang dibantu oleh Prof. L. Sulistyo-Basuki. Kedua tokoh ini sangat berperan dalam pembentukan dan perkembangan kerjasama ini. Bahkan ada beberapa gagasan mereka yang telah dipikirkan sejak dulu, belum terwujud sampai sekarang.

Pada waktu ALN berdiri, anggota APTIK masih terdiri dari 10 yayasan perguruan tinggi Katolik, yaitu minus yayasan yang menaungi Sekolah Tinggi Musi (Palembang) dan Sekolah Tinggi Keperawatan Carolus (Jakarta). Kedua mereka baru bergabung sesudah JPA berdiri. Saat ini ada 16 perpustakaan yang bergabung di dalam JPA.

Tabel 1 Perpustakaan JPA dari Sabang sampai Merauke

Pulau
Propinsi
Kota
Perpustakaan

Sumatera
Sumatera Utara
Sumatera Selatan
Medan
Palembang
Unika St. Thomas
Sekolah Tinggi Musi

Jawa
DKI Jakarta




Jawa Barat
Yogyakarta

Jawa Tengah
Jawa Timur
Jakarta




Bandung
Yogyakarta

Semarang
Surabaya

Malang

Unika Atma Jaya (UAJ)-Jakarta
FK-UAJ
PKPM
PKBB
St. Carolus
Unika Parahyangan
Univ. Sanata Dharma
Unika AJ-Yogyakarta
Unika Soegijapranata
Univ. Widya Mandala Surabaya
Univ. Widya Mandala Madiun
Univ. Widya Karya

Kalimantan
Kalimanatan Barat



Pontianak
Unika Widya Dharma

Sulawesi
Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Ujung Pandang
Manado
Unika Atma Jaya Makasar
Unika de La Salle


Timor
NTT
Kupang
Unika Widya Mandira



Dapat dikatakan secara keseluruhan ruang lingkup JPA meliputi informasi tentang hampir semua cabang ilmu pengetahuan, mulai dari humaniora sampai sains dan teknologi. Ada lebih kurang 30 jenis program pendidikan di lingkungan APTIK, yaitu kedokteran, keperawatan, farmasi, teknik (sipil, elektro, mesin, industri, kimia, arsitektur), pertanian (teknologi pertanian, ekonomi pertanian), hukum (perdata, pidana, internasional, bisnis), hubungan internasional, ekonomi, manajemen, akuntansi, administrasi negara, psikologi, pendidikan (bahasa, agama, guru SD), politik, pariwisata, bahasa, filsafat, dan teologi.

Kondisi perpustakaan pada awal berdirinya ALN sangat ‘menyedihkan’ dari segi sumberdaya, pengelolaan, dan kedudukannya di organisasi induk. Dari semua perpustakaan, hanya ada dua tenaga sarjana perpustakaan, dan mereka tidak dibantu oleh tenaga teknisi profesional. Otomasi sebagian kegiatan perpustakaan baru dilakukan oleh segelintir perpustakaan. Bahkan ada 4 perpustakaan yang tidak memiliki komputer. Hal ini berakibat serius pada pengelolaan perpustakaan. Kelemahan yang menonjol adalah katalogisasi yang tidak mengikuti standard yang berlaku, kesalahan pencatatan bibliografis, kebijakan-kebijakan yang tidak berorientasi pada pemakai, dan perencanaan anggaran yang tidak dapat meyakinkan pimpinan universitas. Meskipun di dalam struktur organisasi universitas kedudukan perpustakaan jelas berada di bawah rektor, namun dalam kenyataan sehari-hari perpustakaan hampir tidak dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang sebetulnya relevan. Bahkan ada perpustakaan yang tidak mempunyai wewenang sama sekali dalam menentukan dan membelanjakan anggarannya. Tenaga perpustakaan adalah tenaga administrasi, kecuali kalau seorang dosen atau peneliti ditugaskan untuk bekerja di perpustakaan. Perpustakaan menjadi tempat buangan orang-orang bermasalah di unit-unit lain, dan tenaga perpustakaan yang handal dipindahkan ke unit lain meskipun sudah mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan.

Bisa dibayangkan betapa sulitnya untuk saling berbagi informasi yang paling sederhana sekalipun seperti pertukaran kartu katalog, dalam kondisi seperti itu. Untuk mengatasi situasi tersebut, kegiatan ALN lebih difokuskan pada peningkatan mutu tenaga perpustakaan. Pada tahun 1991-1993, 9 orang tenaga perpustakaan mendapat beasiswa dari APTIK untuk mengikuti program S1 Ganda di JIP-UI. Pemberian beasiswa oleh APTIK untuk perpustakaan terbuka terus sampai sekarang, yaitu untuk Diploma, S1 Ganda, S2, dan S3. Saat ini tidak ada lagi perpustakaan di lingkungan APTIK yang tidak mempunyai tenaga profesional perpustakaan. Perpustakaan St. Carolus, sebagai anggota termuda, sedang mengirimkan seorang karyawannya untuk belajar di JIP-UI.

Di samping pendidikan formal, pelatihan juga diadakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di bidang CDS/ISIS versi 2.3 (1990), dan katalogisasi dengan DDC 20 dan LCSH ed. 9 (1991). Dalam rangka mengikuti perkembangan yang terbaru, pelatihan serupa diadakan beberapa tahun kemudian untuk CDS/ISIS versi 3.07 (1996), DDC 21 dan LCSH ed. 18 (1997), penyegaran penyusunan deskripsi katalog JPA (1998), dan WINISIS (2001). Berkat pelatihan-pelatihan ini dan konsultansi dengan para ahli yang dilakukan sesudah itu, otomasi perpustakaan, penyeragaman katalogisasi dan pertukaran data, bahkan pembuatan katalog induk buku (KIB), menjadi lebih mudah.


Saat ini KIB, yang pembuatannya secara intensif dimulai tahun 1998, sudah meliputi sekitar 260.000an entri. Hasilnya dibagikan lewat CD-ROM dan akan dapat diakses langsung lewat internet. KIB ini juga akan dikembangkan sebagai sarana pembuatan katalog, pinjam antar-perpustakaan, dan evaluasi kekuatan koleksi. Pembuatan KIB dilakukan di Unika Widya Mandala, tempat Koordinator JPA berkantor. Kantor tersebut diperlengkapi dengan ahli dan peralatan komputer yang memadai.

Pengembangan perpustakaan dan karyawannya juga dilakukan melalui pelatihan pendidikan pemakai (1999), pengukuran kinerja perpustakaan (2002), pelatihan-pelatihan ‘on-the-spot’ mengenai otomasi perpustakaan yang dilakukan di perpustakaan yang masih lemah, dan kesempatan magang di perpustakaan yang kondisinya lebih baik. Untuk membantu universitas yang lemah, APTIK (melalui Pusat Informasi APTIK) memberikan pelatihan operator sistem dan bantuan komputer (1999).

Sebagai hasilnya, sekarang semua perpustakaan anggota JPA sudah melakukan otomasi perpustakaan, dan mempunyai akses ke Internet. Otomasi perpustakaan dilakukan dengan menggunakan sistem perpustakaan yang terintegrasi berbasiskan CDS/ISIS yang dikembangkan di Perpustakaan Unika Atma Jaya Jakarta (1997) dan Unika Widya Mandala Surabaya (sesudah 1997 sampai sekarang). Anggota JPA lainnya tinggal memilih ingin menggunakan sistem yang dikembangkan di Unika Atma Jaya Jakarta atau Widya Mandala Surabaya. Ada juga yang sudah meninggalkan CDS/ISIS, yaitu dengan membeli sistem yang sudah jadi seperti NCI Bookman, atau mengembangkan sendiri sistem yang berbasiskan web.

Anggota JPA yang diwakili oleh para kepala perpustakaan universitas mengadakan rapat kerja dua atau satu tahun sekali. Tujuannya adalah untuk membahas program kerja dan kendala yang dihadapi. Di samping raker, sejak tahun 1998 para anggota JPA dapat bertukar informasi, berdiskusi, dan mengajukan usulan, melalui milis jpa (jpa-aptik@yahoogroups.com). Hasil raker dan diskusi dilaporkan oleh Koordinator JPA dalam Rapat Umum Anggota APTIK yang dihadiri oleh para pimpinan yayasan dan universitas. Para kepala perpustakaan juga melaporkan hasilnya ke rektor masing-masing. Mekanisme ini mempunyai dampak positif terhadap peningkatan perhatian para pimpinan terhadap perpustakaan. Sekarang tidak ada lagi perpustakaan yang tidak mempunyai hak dalam penyusunan anggaran. Bahkan jabatan fungsional pustakawan pun sudah menjadi topik pertemuan para Purek 1 universitas yang ada di lingkungan APTIK.

Kerjasama ini juga membawa keuntungan lain bagi anggota JPA, yaitu terutama dalam hubungannya dengan pihak luar. KMNRT, misalnya, pada tahun 2001 memberi kesempatan pada 2 orang yang ada di lingkungan perpustakaan dan universitas APTIK untuk mengikuti training TI di India selama 1 bulan. Pada tahun yang sama, KMNRT juga menyerahkan pada JPA, suatu sistem perpustakaan digital DocuShare yang pengelolaannya dipercayakan pada Perpustakaan Unika Parahyangan. Perpustakaan ini sudah menunjukkan kepiawaiannya dalam pemanfaatan DocuShare ini, yaitu dengan keberhasilannya mendigitalisasikan ribuan dokumen (tesis, disertasi, skripsi, laporan penelitian, foto, jurnal, e-book) dalam waktu beberapa bulan. Sebagai akibat dari kesuksesan ini, Rektor Unpar mengusulkan agar Kepala Perpustakaan duduk dalam Senat Universitas. Perpustakaan ini juga mendapatkan proyek lain dari KMNRT yang masih ada hubungannya dengan digitalisasi. Masuknya gagasan dan praktek perpustakaan digital lewat JPA ini juga memudahkan dukungan pengembangan perpustakaan digital di masing-masing anggota JPA.

Sejak tahun 2000, Perpustakaan Unika Atma Jaya Jakarta mengembangkan sistem perpustakaan digital yang bernama AtmaLib. Sistem ini sudah disosialisasikan dalam Raker JPA tahun 2002, dan sudah menarik dukungan seorang rektor di lingkungan APTIK untuk memanfaatkannya bagi perpustakaan di universitasnya. AtmaLib ini sudah disetujui oleh Rektor Unika Atma Jaya Jakarta dan para programernya untuk digunakan dan dikembangkan bersama oleh anggota JPA.

Uraian di atas memperlihatkan banyaknya kemajuan yang terjadi di lingkungan JPA sebagai hasil dari kerjasama ini. Kemajuan yang sama dapat dipastikan akan memerlukan waktu yang lebih lama kalau diperjuangkan sendirian. Sebagai ilustrasi, Perpustakaan St. Carolus yang baru bergabung tahun 2000 dan mulai ikut Raker JPA tahun 2002, pada saat dikunjungi pertama kali oleh anggota JPA terdekat pada bulan April 2002, kondisinya adalah sebagai berikut: tidak ada tenaga yang berlatar belakang pendidikan perpustakaan, belum otomasi, dan hanya memiliki satu komputer yang digunakan untuk keperluan administrasi. Sejak kunjungan tersebut, mereka mendapat pelatihan mengenai katalogisasi dan CDS/ISIS, instalasi sistem perpustakaan terintegrasi berbasiskan CDS/ISIS, mengirimkan satu tenaga untuk magang selama satu bulan ke Perpustakaan Universitas Petra, mempekerjakan satu tenaga sarjana perpustakaan, dan bahkan mendapatkan beasiswa APTIK untuk diploma perpustakaan.

Jakarta, 2002.












DAFTAR PUSTAKA

Panitya persiapan aptik library network: suatu laporan (disiapkan untuk laporan pada RUA APTIK di yogyakarta tanggal 9-13 maret 1991).

Keadaan perpustakaan unika dalam lingkungan aptik.

PENDAYAGUNAAN LAYANAN PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

PENDAYAGUNAAN LAYANAN PERPUSTAKAAN
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Oleh:
Abdul Rahman Saleh

Diposkan Oleh : Darwanto S.Sos

Pustakawan Madya pada Perpustakaan IPB serta Ketua Bidang Perpustakaan Perguruan Tinggi, Pengurus Pusat Ikatan Pustakawan Indonesia periode 2003 – 2006.

Abstrak
Terjadinya perubahan paradigma layanan berpustakaan dibahas pada tulisan ini. Beberapa alasan mengapa perpustakaan menerapkan teknologi informasi dikemukakan. Penerapan tersebut dilakukan terhadap layanan perpustakaan baik layanan teknis seperti seleksi bahan pustaka melalui katalog penerbit versi elektronik, pengadaan bahan pustaka melalui elektronik, pengolahan bahan pustaka berbantuan komputer, penerbitan katalog dan bibliografi elektronik, maupun pelayanan pengguna seperti ”online catalogue”, layanan sirkulasi, layanan referensi, bahkan layanan teks lengkap versi digital. Selain itu layanan document delivery atau pengiriman dokume juga dilakukan secara online, sebab saat ini dokumen dalam bentuk digital semakin banyak tersedia.
Keywords: Perpustakaan elektronik; perpustakaan digital; layanan perpustakaan



Pendahuluan

Menghadapi era perdagangan bebas (seperti APEC/ Asia Pasific Economic Cooperation dan AFTA Asean Free Trade Area) maka informasi menjadi sangat penting dan strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Saat ini kita sudah berada di tahun keempat millenium ketiga. Masa dimana persaingan global semakin terbuka. Siap tidak siap rakyat Indonesia harus menghadapinya. Salah satu bekal dalam memasuki persaing-an terbuka tersebut adalah penguasaan ilmu dan teknologi.
Salah satu upaya meningkatkan sumber daya manusia adalah dalam bentuk pendidikan. Dengan adanya pemerataan/peningkatan di bidang pendidikan, masyarakat diharapkan dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga dapat mengikuti perkembangan-perkembangannya yang nantinya akan membawa kita kearah perubahan-perubahan baik dibidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia akan mampu menghadapi masa depan dengan segala permasalahan. Salah satu bentuk pendidikan yang dapat dikembangkan adalah pendidikan seumur hidup (life long education) dengan menggunakan perpustakaan sebagai pusatnya.
Namun untuk membuat masyarakat menggunakan perpustakaan tidaklah mudah. Mengapa? Jawabannya karena di Indonesia orang menggunakan perpustakaan bukan merupakan suatu kebutuhan pokok. Tidak seperti di negara maju dimana perpustakaan tidak bisa lagi dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari. Perpustakaan bagi mereka merupakan salah satu unit yang mendukung pendidikan. Sedangkan secara khusus perpustakaan umum berperan dalam pendidikan seumur hidup di masyarakat life-long education atau life-long learning). Sayangnya, di Indonesia perpustakaan belum dapat berfungsi sebagaimana yang seharusnya. Kebanyakan perpustakaan sepi pengunjung. Sebuah surat kabar terkemuka pernah menurunkan artikelnya dengan judul “Perpustakaan yang Kesepian” membuat kita prihatin. Dikatakan bahwa ratusan ribu buku tersimpan rapi tak tersentuh di berbagai perpustakaan. Kalau pernyataan ini benar, bisa dibayangkan berapa milyar investasi pemerintah yang dihambur-hamburkan dalam bentuk buku tak terpakai. Belum lagi investasi dalam bentuk peralatan dan gedung. Yang menjadi persoalan ialah mengapa kondisi ini sampai terjadi. Kemudian apa usaha kita untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Paper ini mencoba membahas peran teknologi informasi dalam meningkatkan layanan perpustakaan kepada masyarakat.
Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan

Ada beberapa alasan mengapa teknologi informasi ini menjadi tuntutan untuk segera digunakan di perpustakaan yaitu:
• Tuntutan terhadap penggunaan koleksi secara bersama (resource sharing)

Seperti kita ketahui tidak ada satu perpustakaanpun di dunia ini yang bisa memenuhi koleksinya sendiri, maka setiap perpustakaan akan saling membutuhkan koleksi perpustakaan lain dalam rangka memberikan layanan yang memuaskan kepada pemakainya. Oleh karena itu penggu-naan bersama koleksi perpustakaan sangat membatu dalam memberikan pelayanan terutama bagi perpustakaan-perpustakaan kecil yang koleksinya sangat lemah. Program penggunaan koleksi secara bersama ini dapat berjalan dengan baik apabila setiap perpustakaan dapat memberi-kan informasi apa yang dimiliki oleh perpusakaannya masing-masing. Peran "union catalog" sangat besar dalam menyukseskan program penggunaan koleksi secara bersama ini. Union catalog yang baik adalah union catalog yang secara rutin isinya selalu diperbaharui. Disinilah teknologi komputer sangat berperan dalam mempercepat pembaharuan isi (updating) dari union catalog ini.
• Kebutuhan untuk mengefektifkan sumberdaya manusia

Sudah cukup lama pemerintah menerapkan kebijaksanaan "zero growth" untuk pegawai negeri. Hasil dari kebijakan pemerintah ini adalah semakin berkurangnya tenaga kerja di perpustakaan. Untuk mempertahankan mutu pelayanan perpustakaan dimana SDM semakin berkurang maka kita dapat mengandalkan teknologi komputer. Untuk melayani peminjaman bahan pustaka yang tadinya diperlukan lima sampai enam orang, dapat digantikan dengan satu unit komputer yang dioperasikan oleh satu orang saja. Tenaga kerja yang lain dapat dialokasikan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain. Dengan efisiensi tenaga seperti ini maka perpustakaan dapat memikirkan dan mengalokasi-kan tenaga untuk menyelenggarakan layanan-layanan lain yang dapat diberikan kepada pemakai.
• Tuntutan terhadap efisiensi waktu

Dulu pemakai mungkin sudah puas dengan layanan pe-nelusuran artikel bila artikel-artikel dapat ditemukan seka-lipun layanan tersebut memakan waktu sampai berminggu-minggu. Sekarang pemakai mungkin menuntut layanan tersebut hampir instan. Saat ini pertanyaan diajukan, saat itu pula jawaban diharapkan bisa diterima. Layanan yang demikian ini bisa dipenuhi hanya dengan bantuan teknologi komputer. Pemakai dapat mengirimkan permintaannya melalui elektronik mail (e-mail) yang pada saat itu pula dapat diterima oleh perpustakaan. Kemudian petugas perpusakaan melakukan akses ke pangkalan data/informasi yang ada di komputer baik di perpustakaannya atau di per-pustakaan lain. Jawaban yang diperolehnya (hanya dalam beberapa saat) kemudian dikirim kembali kepada si penanya dengan menggunakan e-mail yang dalam waktu relatif singkat dapat diterima oleh si penanya.
• Kebutuhan akan ketepatan layanan informasi

Selain kecepatan dalam memperoleh informasi, pemakai juga membutuhkan ketepatan informasi yang didapatkan-nya dari perpustakaan. Pertanyaan-pertanyaan tentang informasi secara spesifik harus bisa dijawab secara spesifik pula. Dengan bantuan teknologi komputer pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab dengan cepat dan tepat.
• Keragaman informasi yang dikelola

Informasi yang ada di perpustakaan saat ini tidak hanya terbatas kepada buku dan jurnal ilmiah saja. Informasi-informasi lain seperti audio visual, multimedia, bahan mikro, media optik dan sebagainya saat ini juga dikoleksi oleh perpustakaan. Banyak koleksi perpustakaan yang harus di baca dengan menggunakan teknologi komputer. Selain itu untuk mengelola informasi yang sangat beragam tersebut diperlukan bantuan alat terutama teknologi komputer.
Ada dua bentuk pemakaian Teknologi Informasi di perpustakaan. Pertama, perpustakaan dapat hanya memakai sumber yang sudah ada, dengan menelusuri pangkalan data yang disediakan oleh penyedia data (vendor seperti BIOSIS dsb), mengirim surat elektronik melalui internet, memasang data di ”bulletin boards” atau ”listservs” dan sebagainya. Perpustakaan juga bisa menyediakan data yang disimpan baik di Web ataupun didistribusikan melalui CD-ROM.
Aplikasi Teknologi Informasi di Perpustakaan
Pengadaan Koleksi

Biasanya pustakawan memakai katalog penerbit untuk menentukan buku dan jurnal yang sesuai dengan kebutuhan pemakai perpustakaan mereka. Di Indonesia, khususnya di perpustakaan kecil, kadang-kadang tidak mudah menemukan informasi mengenai publikasi dari sini. Disinilah internet bisa menolong kita seperti memanfaatkan katalog dari perpustakaan yang lain untuk memilih judul yang relevan dalam subyek tertentu.

Katalog-katalog ini memberikan semua informasi bibliografis yang diperlukan untuk memesan, termasuk ISBN, dan kadang-kadang harga.
Penerbit saat ini sudah banyak yang membuat katalognya dengan versi elektronik, dan bahkan katalog tersebut dapat diperoleh dari Internet. Tomson adalah salah satu contoh. Pustakawan bisa mencari buku dan jurnal dengan menelusuri melalui subyek, pengarang atau judul, dan dari sini mereka bisa langsung memesan buku yang ditemukan. Penerbit akan mengirim buku-buku itu melalui pos. Untuk transaksi tipe ini biasanya dibutuhkan kartu kredit.
Berbagai toko buku juga memanfaatkan Internet untuk menjual produk mereka. Toko buku Amazon adalah yang terbesar dan paling sukses saat ini. Mizan, penjual buku di Indonesia, juga melaksanakan bisnis buku melalui Internet.


Katalog penerbit, baik dalam bentuk online ataupun kertas, tidaklah selalu cukup untuk membantu kita untuk memutuskan buku mana yang diperlukan. Kita perlu membaca ”book review” – laporan buku yang menilai dan menganalisis. Internet bisa membantu untuk hal ini. Ada beribu-ribu jurnal elektronik yang bisa diperoleh dalam berbagai topik. Untuk review buku pada topik yang spesifik, lihatlah pada jurnal untuk para pakar. Misalnya, New Scientist di dalamnya ada beberapa review mengenai buku-buku baru untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk review buku-buku kesehatan, pustakawan bisa berkonsultasi dengan British Medical Journal (BMJ). Untuk review umum, lihatlah jurnal elektronik seperti The Times Literary Supplement. Buku-buku berbahasa Indonesia kadang-kadang oleh Tempo Interactive antara lain.


Pengolahan Koleksi
Salah satu masalah di perpustakaan Indonesia adalah bahwa, jika buku bahasa Inggris dibeli, staf pengatalogan sulit memahami isinya dengan baik hingga bisa mengkatalog buku tersebut secara akurat. Bahkan dengan kemampuan bahasa Inggris yang baik, pengalogan dan pengklasan sangat memakan waktu. Dengan mengacu pada beberapa katalog online pustakawan Indonesia bisa menemukan rekaman katalog dan memakainya untuk katalog mereka sendiri. Secara ideal, rekaman-rekaman yang ditemukan akan didownload langsung ke dalam komputer lokal.

Tetapi jika perpustakaan itu belum memiliki sistem katalog komputer atau jika sistem yang dipakai tidak cukup canggih untuk ”interface” dengan Internet, pustakawan masih bisa memakai rekaman dari katalog itu, dengan cara menyalin nomor-nomor klas dan tajuk subyek merupakan data yang berguna sekali. Dengan cara ini, pustakawan bisa mempersingkat waktu pengkatalogan buku asing.
Perpustakaan Nasional RI juga sudah menerbitkan bibliografi nasional dalam bentuk digital dalam CD-ROM. Data dari bibliografi nasional ini dapat juga dijadikan salah satu sumber informasi dalam melakukan pengatalogan dan pengklasan, khususnya di perpustakaan kecil yang jumlah pustakawannya sangat terbatas. Sayangnya, data bibliografi ini belum bisa diakses dari internet.

Pelayanan Koleksi
Internet tidak menawarkan keuntungan secara langsung kepada pustakawan dalam hal sirkulasi. Tapi memberi keuntungan kepada si pemakai. Kalau sebuah katalog perpustakaan sudah dapat diakses melalui Internet, pemakai dapat mengecek dari rumah apakah suatu buku ada. Kalau buku tersebut sedang dipinjam, mereka dapat memesan dengan mencantumkan nama mereka untuk kemudian disisihkan untuk mereka pinjam. Pemakai dapat juga memeriksa dari rumah atau kantor, buku mana saja yang mereka pinjam pada saat itu, dari file keanggotaan mereka sendiri. Perpanjangan dapat juga dilakukan dari rumah. Pemberitahuan mengenai pinjaman yang sudah lewat batas dapat dikirim kepada pemakai melalui e-mail.

Peminjaman Antar Perpustakaan & Pengiriman Dokumen (Document Delivery)
Peminjaman antar perpustakaan adalah tidak lazim di Indonesia, karena ketidakpastian dari kantor pos dan kurangnya koleksi buku-buku. Di negara-negara maju servis semacam ini banyak sekali digunakan. Terutama saat ini, dimana dana untuk perpustakaan dikurangi, perpustakaan seringkali memutuskan untuk tidak membeli sebuah buku kalau mereka mengetahui ada perpustakaan lain/dekat memiliki buku tersebut. Ini berarti perpustakaan lebih memilih kelengkapan daripada koleksi yang duplikat. Dengan melihat katalog perpustakaan lain di Internet, para pustakawan dapat memastikan dulu apakah perpustakaan itu mempunyai buku yang dicari. Kalau perpustakaan tidak memiliki buku tersebut, pustakawan dapat memesannya langsung dari Webpage perpustakaan itu.
Di Indonesia peminjaman antar perpustakaan kadang-kadang menyangkut pertukaran dari fotokopi-fotokopi artikel jurnal. Beberapa perpustakaan besar membuat database online yang berisi informasi koleksi semua jurnal yang dimilikinya, bahkan beberapa menyediakan informasi koleksi visrtual yang dilanggannya. Inforasi ini sangat berguna untuk melakukan “sharing” informasi dengan perpustakaan lain. Fotokopi kemudian dapat dipesan melalui e-mail.
Rujukan (Reference)
Pelayanan rujukan pada prinsipnya adalah memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan dari pemakai perpustakaan. Dalam memberikan jawaban, pustakawan dapat menggunakan bahan-bahan referensi baik yang tercetak maupun digital/virtual. Pertanyaan yang berhubungan dengan pengertian suatu istilah (”Apa arti dari kata gap”; ”Apa arti dari mixed farming”) dapat dicari jawabannya di kamus. Sebagian pertanyaan lainnya memerlukan jawaban berupa satu kalimat tapi tidak seharusnya lebih mudah untuk menjawab! (”Saya perlu alamat dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia”). Beberapa pertanyaan yang lebih susah juga merupakan tugas seorang pustakawan untuk menjawab setiap pertanyaan sebaik-baiknya.


Satu sumber yang sangat bermanfaat bagi para pustakawan yang mencari informasi adalah Usenet. Banyak dari pustakawan tidak dapat menemukan jawaban di koleksi buku mereka tetapi dapat mengajukan perpustakaan kepada grup Usenet dan biasanya strategi ini mendapatkan banyak jawaban dari seluruh dunia. Beberapa grup Usenet ada sub-bagian dinamakan FAQ (”frequently-asked Questions”) atau ”Pertanyaan yang sering ditanyakan.” Kadang-kadang FAQ tersebut ada suatu tempat yang baik untuk memulai jikalau suatu pustakawan mencari jawaban. Misalnya, sci.physics FAQ dapat memberikan jawaban untuk banyak pertanyaan ilmu pengetahuan yang populer, seperti ”Kenapa air panas lebih cepat beku daripada air dingin?” Seorang pustakawan dapat mencari jawaban berjam-jam melalui buku teks sebelum menemukan jawaban tadi. Dengan FAQs atau grup Usenet umum, dapat dilakukan dalam sekejap saja.
Sumber lain dari jawaban yang sulit adalah listserv dinamai Stumpers (pertanyaan yang sukar dijawab). Listserv adalah serupa dengan grup Usenet tapi pesan-pesan dapat dikirim langsung ke alamat e-mail dari orang yang berlangganan.

Listserv dari bermacam-macm topik sudah ada dan siapapun dapat menjadi pelanggan gratis. Tetapi jikalau seseorang menambahkan alamat e-mailnya pada suatu listserv, ada risiko bahwa orang itu akan menerima beribu-ribu pesan dari seluruh dunia. Kira dapat membayangkan jumlah pesan yang akan diterima kalaui topiknya sedang ”panas”.


Cara lain untuk menemukan jawaban dari pertanyaan referensi adalah mencarinya di World Wide Web. Setelah pustakawan mengetahui sumber-sumber yang sering dipakai di perpustakaannya, pustakawan itu pasti akan ketemu banyak informasi yang relevan. Beberapa institusi besar telah memasang halaman Web yang saling berhubungan dengan halaman-halaman lainnya. Dengan bentuk ini sangat berguna untuk membantu pencari data lainnya.

Telah ada beberapa situs yang dimiliki organisasi-organisasi Indonesia atau dekat Indonesia. Biro Pusat Statistik telah membuat sebuah situs yang menyediakan jalan masuk ke statistik yang paling baru di beberapa topik. Banyak departemen pemerintah, bank-bank dan organisasi-organisasi lain membuat homepage dan menghubungkan ke informasi database yang berguna. Satu index untuk situs Indonesia adalah Jendela Indonesia.
Walaupun Net adalah sumber yang baik untuk jawaban pertanyaan singkat, juga memungkinkan untuk menemukan beberapa artikel, laporan dan informasi lainnya dari beberapa topik, yang dalam bentuk ”full-text”. Kepercayaan dari artikel atau laporan full-text ini berhubungan dengan sumbernya. Para pustakawan dapat bergantung pada keakuratan dari sebuah artikel dari jurnal yang dipercaya seperti Nature daripada artikel yang dikirim dari individu (walaupun itu juga bisa akurat dan berharga – pustakawan dan peminjam harus mempelajari setiap sumber).
Artikel full-text dari beberapa jurnal bisa ditemukan, misalnya dari Asian Libraries, New Scientist dan Tempo interactive dan masih banyak lagi. Kita hanya dapat membaca beberapa jurnal elektronik setelah berlangganan tapi banyak yang gratis. Sebagai tambahan, banyak dokumen pemerintah sekarang diterbitkan secara penuh di dalam Net.

Bentuk lain dari sumber-sumber full-text yang dapat ditemukan di Internet adalah kamus (misalnya, seleksi dari kamus bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dari Oxford di situs dinamai Dictionaries and Reference Works. Beberapa kamus untuk para spesialis juga ada, seperti FOLDOC (Free Online Dictionary of Computing). Contoh lainnya adalah Bartlett’sumber Familiar Quotations, Encyclopedia Britanica, dan sebagainya. Adapun satu kamus Indonesia – Inggris.
Informasi Kilat / Penyebaran Informasi yang Selektif (Selective Dissemination of Information)
Semacam pelayanan lain yang sudah menjadi biasa di berbagai perpustakaan adalah Informasi kilat (current awareness). Internet adalah cara yang sangat efektif untuk informasi kilat, kalau target kita dapat mengakses Internet langsung.
Satu cara untuk membentuk sistem elektronik untuk informasi kilat adalah untuk mendirikan apa yang disebut Mailing List. Mailing List dapat digunakan untuk sarana penyebaran informasi. Seorang pustakawan mungkin ingin mengirim daftar isi dari beberapa jurnal kedokteran kepada beberapa dokter setiap bulan. Pustakawan itu akan membuat daftar dari alamat e-mail dari dokter-dokter dan perpustakaan profesional di bidang kedokteran dan akan menciptakan semacam Mailing List. Mailing List juga dapat digunakan untuk penyebaran informasi yang selektif. Pustakawan dapat mencari situs Internet yang relevan secara rutin dan jika ada sesuatu yang menarik dari grup Mailing List, mereka dapat mengirimnya melalui e-mail. Dengan Mailing List, pustakawan hanya perlu mengirim artikel sekali saja, dan akan menjangkau semua orang yang ada di daftarnya.
Artikel Jurnal
Jika sebuah perpustakaan tidak dapat berlangganan jurnal tertentu, mereka masih dapat memperolehnya dari Internet. Salah satu cara untuk mendapatkan artkel jurnal tersebut kita dapat mencarinya melalui mesin pencari seperti Google, Altavista dan lain-lain. Artikel jurnal dapat langsung didownload ke keomputer kita. Kita bisa memperoleh artikel jurnal digital baik yang gratis maupun melalui pembayaran.

Untuk layanan yang lebih konvensional kita dapat menyimpan daftar arikel (indeks) di web yang kita miliki (web dapat kita miliki secara gratis). Pemakai yang tertarik dapat meminta fotokopi dari artikel tersebut dan dikirim melalui pos. Artikel dapat pula dikirim melalui e-mail sesudah di scan terlebih dahulu.
Perkembangan Profesional
Ada banyak situs yang dapat dipakai pustakawan untuk meng-upgrade bidang mereka, termasuk jurnal elektronik. Pilihan lain adalah untuk menjadi anggota dari beberapa gurp Usenet terutama untuk pustakawan. Salah satu contoh disebut lis-pub-libs. Ini khusus untuk pustakawan di perpustakaan umum yang mau mengetahui bagaimana memanfaatkan Internet dan sumber-sumbernya. Banyak dari masukan baru-baru ini mengenai konferensi atau lokakarya yang akan datang. Pilihan yang ketiga adalah untuk membuat atau menjadi anggota dari listserv untuk pustakawan.
Sejumlah informasi yang bervariasi mengenai ilmu kepustakaan di situs disebut BUBL information Service. Situs ini menyusun daftar isi sumber internet lain seperti jurnal ilmu pengetahuan elektronik, bibliografi dari artikel mengenai topik perpustakaan, berita mengeani pendidikan ilmu perpustakaan, pertemuan dan konferensi yang akan datang, lowongan pekerjaan dan lainnya.

Penutup
Layanan kepada pengguna merupakan indikator mutu dari perpustakaan kita. Ibarat restoran yang menyajikan masakan sedap kepada para pelanggannya sehingga pelanggan tersebut merasa puas, maka perpustakaan harus bisa memberikan informasi yang dapat memuaskan penggunanya. Layanan yang baik, cepat, akurat dengan informasi yang sesuai kebutuhan pemakai harus selalu diusahakan. Layanan yang seperti itu dapat diberikan dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Tantangan perpustakaan dimasa depan adalah bagaimana pustakawan dapat menguasai teknologi informasi dan komunikasi yang memang dibutuhkan untuk meningkatkan layanan perpusakaan.
Daftar Bacaan

Campbell, Jane. Internet dalam Perpustakaan : bagaimana perpustakaan dapat tetap berada di depan (in the forefront) dalam zaman informasi. Makalah disampaikan pada tanggal 9 Oktober 1997 di Institut Pertanian Bogor.
Rahardjo, A. I. Teknologi Informasi: Ancaman Ataukah Peluang Bagi Profesi Pustakawan Indonesia. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995.
Mischo, William H. (2005). Digital Libraries: Challenges and Influential Work. D-Lib Magazine, vol. 11 7/8. http://www.dlib.org/dlib/jul05/mischo/07mischo.html. Diakses tanggal 29 Juli 2005.
Rowley, Jennifer (1998). The Electronic Library: Fourth edition of Computers for Libraries. London: Library Association Publishing.
Saleh, Abdul R. (2003). Modul Sarana Penelusuran Informasi. Bogor: Jurusan Ilmu Komputer – FMIPA IPB.
______________ (2001). Pengantar pengoperasioan internet. Bahan pelatihan Apresiasi Internet bagi Staf Pengajar Universitas Siliwangi, Tasikmalaya tanggal 23 Juni 2001.
_______________(2004). Petunjuk praktis membuat dan menampilkan dokumen digital di internet. Bogor: Penerbit IPB.
_______________(2003). Warintek as a strategy to improve the performance of Indonesian SME's through dissemina-tion of appropriate technology information: the role of Academic Libraries. Paper submitted to International Paper Contest, ASIST III.

Rabu, 12 Agustus 2009

DIGITALISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN PROSPEK DAN KENDALA

DIGITALISASI KOLEKSI PERPUSTAKAAN PROSPEK
DAN KENDALA
Oleh Wahyu Supriyanto
Pustakawan UGM

Di Postkan Oleh Darwanto S Sos
Pendahuluan
Saat ini perpustakaan digital diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian dan pelayanan pada
masyarakat. Perubahan paradigma dalam sistem pendidikan dan pengajaran di
perguruan tinggi menempatkan perpustakaan sebagai sumberdaya informasi yang
sangat penting karena dimungkinkan akan memberikan kemudahan pada civitas
akademika dalam aksesibilitas informasi di perpustakaan. Pemanfaatan teknologi
komunikasi dan informasi banyak membantu dalam pengembangan fasilitas
perpustakaan. Meskipun hal ini masih perlu waktu untuk merubah image para
pustakawan atau petugas perpustakaan yang tadinya menggunakan sistem manual
berubah menjadi sistem yang terotomasi.
Dalam era global seperti sekarang ini muncul berbagai perpustakaan yang
menerapkan Teknologi Informasi (TI). Istilah perpustakaan maya, perpustakaan
elektronik, perpustakaan digital dll selalu menjadi sajian sehari-hari perpustakaan.
Bagi sebagian besar perpustakaan di Indonesia, aplikasi TI seperti di negara-negara
yang sudah maju merupakan suatu tantangan harus dilaksanakan untuk mendukung
tuntutan sebagian pengguna jasa perpustakaan yang memerlukan informasi agar
dapat menemukan informasi yang diperlukan dengan mudah dan cepat. Dengan
demikian muncul pertanyaan Bagaimana perpustakaan ideal yang mampu memenuhi
kebutuhan pengguna? Perpustakaan ideal yang mampu memenuhi keinginan
pengguna adalah perpustakaan yang menyediakan informasi lengkap, dapat diakses
kapan saja, dimana saja dan dipandu oleh pustakawan yang profesional. Hal ini
sebagai akibat dari dampak aplikasi TI dalam kehidupan masyarakat secara luas.
Secara teori perpustakaan mutlak harus memakai TI agar tidak ditinggalkan sebagian
pengguna jasa tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar
perpustakaan di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan TI,
sehingga harus ada strategi khusus untuk melaksanakannya.
2
Saat ini koleksi perpustakaan dalam bentuk digital sangat diperlukan untuk
meningkatkan peranan perpustakaan dalam proses pendidikan di organisasi induknya.
Caranya yaitu dengan :
1. Mengintegrasikan Perpustakaan (koleksi, akses informasi dan semberdaya
lainnya) ke dalam kurikulum dan proses pendidikan
2. Mengembangkan fakultas dan jurusan dalam pengembangan kurikulum yang
berdasarkan sumber informasi yang tersedia di dan atau dapat diakses lewat
perpustakaan.
3. Meningkatkan ketersediaan dan keterpakaian sumberdaya informasi yang ada
di Perpustakaan, organisasi induknya dan juga yang ada di luar Perpustakaan.
Hal ini akhirnya akan dapat :
1. Meningkatkan kebutuhan pengguna perpustakaan.
2. Meningkatkan kepuasan pengguna perpustakaan.
3. Meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap perpustakaan.
4. Meningkatkan kemitraan antara perpustakaan dengan stake holder.
5. Membuka mata administrator dan para dosen akan potensi dan posisi strategis
perpustakaan dan menjadikan program ini sebagai program universitas.
Mengapa Perlu Digitalisasi Koleksi ?
1. Bahan-bahan pustaka seperti buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal ataupun
artikel yang ada sangat dimungkinkan untuk tersedia dalam format digital
(bukan kertas).
2. Dapat menghemat tempat penyimpanan
3. Bahan pustaka lebih aman dari kerusakan sehingga lebih tahan lama.
4. Jika dipasang pada Web Site dapat diakses oleh banyak orang dan dari
manapun.
Pengembangan Perpustakaan Digital
Pengembangan perpustakaan digital menjadi kegiatan baru dalam
membimbing pemakai menggunakan perangkat TI secara optimal untuk menemukan
3
informasi yang dicari. Perkembangan TI ternyata menjadi beban bagi kebanyakan
perpustakaan. Banyak perpustakaan yang hanya diberi kesempatan untuk melihat
semua perkembangan yang canggih namun belum dapat menerapkannya. Keadaan ini
memotivasi pengelola perpustakaan untuk dapat “mendongkrak” posisi perpustakaan
pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang harus
disadari oleh banyak pihak antara lain sebagai berikut:
1. Perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berharga bagi
pustakawan, dosen, mahasiswa, jurnalis, peneliti dan lain lain.
2. Perpustakaan memiliki banyak informasi dari berbagai disiplin ilmu dan
sebagai tempat untuk mengembangkan ketrampilan.
3. Sejarah tentang perkembangan perpustakaan juga mencerminkan
perkembangan pendidikan di Indonesia
4. Mahasiswa membutuhkan informasi terstruktur dari perpustakaan untuk
mendukung perkuliahan dan mengerjakan tugas.
5. Dosen membutuhkan portal informasi sebagai tempat berbagi informasi
dengan sesama dosen.
6. Dukungan pimpinan universitas atas terwujudnya perpustakaan digital sangat
penting terutama untuk mengatasi kendala tempat koleksi, jarak dan waktu.
7. Penanaman budaya jaminan mutu, etos kerja dan nilai kerja perlu dihayati
pada setiap kegiatan perpustakaan.
Untuk itu diperlukan suatu cara yang efektif dalam mengembangkan perpustakaan
digital antara lain dengan mengevaluasi tentang pengguna perpustakaan, koleksi dan
layanan yang sudah ada, SDM yang dimiliki serta sistem yang dimiliki. Kegiatan
perpustakaan dibagi menjadi 5 fungsi yaitu : Manajemen Koleksi, operasional
perpustakaan, layanan perpustakaan, dukungan SDM, dan dukungan TI.
I. Manajemen Koleksi
1. Melaksanakan Stock Opname koleksi untuk memastikan keberadaan koleksi
agar mudah dan cepat ditemukan, dapat diakses serta dipesan melalui web site.
2. Mewujudkan integrated sistem informasi pengadaan koleksi antar
perpustakaan agar tidak terjadi duplikasi koleksi.
4
3. Pengembangan daftar koleksi lokal yang meliputi karya penelitian, skripsi,
tesis, artikel dan buku terbitan perguruan tinggi yang bersangkutan.
4. Sosialisasi pemakaian layanan elektronik yang diprioritaskan bagi sivitas
akademika.
II. Operasional Koleksi.
1. Memperbaiki master database berdasar pada stock opname.
2. Pengecekan nomor inventaris dan nomor klasifikasi untuk perbaikan database
buku
3. Penataan koleksi nonbuku, misalnya CD ROM dan kaset.
4. Integrated pengolahan antar perpustakaan yang ada
III. Layanan Perpustakaan
1. Integrasi sistem layanan dengan penyesuaian tata tertib yang berlaku pada
masing-masing perpustakaan ada.
2. Pengembangan layanan referensi meliputi penelusuran, konsultasi, penataan
knowledge
3. Bimbingan pengguna perpustakaan agar familier menggunakan layanan yang
terotomasi dan layanan berbasis web
4. Pengembangan layanan digital dan multimedia
5. Pengembangan terbitan pustaka (InfoPustaka Online), kliping online dan
paket informasi yang lain.
6. Bekerjasama dengan jurusan, ketua program studi, pimpinan universitas, UPT
dan Biro untuk mempromosikan koleksi dan sosialisasi tentang pemakaian
perpustakaan digital.
7. Mengupdate informasi yang ada di Web dan perpustakaan sebagai moderator
ICS (Information Center Service)
IV. Pengembangan SDM
1. Pengembangan SDM terhadap layanan yang berbasis TI dan menguasai
tentang jaringan (networking).
2. Pengembangan SDM sebagai subject specialist dan database developer.
5
V. Pengembangan TI
1. Pengembangan aplikasi sistem informasi dibuat untuk mengatasi berbagai
kendala pada layanan perpustakaan sehingga tersedianya laporan yang
diinginkan pimpinan universitas, pimpinan fakultas dan jurusan.
2. Bekerjasama dengan Pusat Komputer dan Operasional TI untuk terus
mengembangkan sistem informasi layanan, penataan sistem informasi dan
knowledge digital.
Kesimpulan
1. Digitalisasi koleksi perpustakaan merupakan pendukung dalam pendidikan &
pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang handal di
Universitas, karena di samping memenuhi permintaan dosen dan mahasiswa
sebagai pengguna potensial, perpustakaan juga membantu dalam
pengembangan kurikulum yang berdasar pada sumber informasi yang tersedia
dan atau dapat diakses lewat perpustakaan.
2. Pembangunan perpustakaan digital didahului dengan oleh survei untuk
mengetahui kebutuhan riil (the real needs) pengguna dan harapan mereka
terhadap perpustakaan
3. Sistem mutu, budaya jaminan mutu, penanaman etos kerja dan nilai kerja serta
dukungan pimpinan universitas sangat membantu dalam pengembangan
perpustakaan digital.
4. Perlu pustakawan yang tekun dan handal dalam mengelola informasi penting
dalam internet, pengembangan database, pembuatan paket informasi dan
pengelolaan sumber daya informasi lain yang diperlukan dosen dan
mahasiswa.
6
Daftar Pustaka
Fahmi, Ismail The Indonesian Digital Library Network. Makalah Seminar
Internasional Digital Library Network, tanggal 2 Oktober 2003 di ITB.
Ernawati, Endang. Pengembangan Perpustakaan Digital Dalam Mendukung
Pembelajaran Elektronik di Universitas Bina Nusantara. Makalah Seminar Peran
Perpustakaan Perguruan Tinggi Dalam Mendukung e-Learning. Tanggal 23 April
2003 di Universitas Bina Nusantara, Jakarta.
Fahmi, Ismail. Jaringan Perpustakaan Digital. Majalah…
Sudarsono, B. Peran Pustakawan di Abad Elektronik: Impian dan Kenyataan.
Makalah Seminar Sehari Peran Pustakawan di Abad Elektronik: Impian dan
Kenyataan. Tanggal 2 Juni 2000 di PDII-LIPI, Jakarta.

Senin, 03 Agustus 2009

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM JARINGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM JARINGAN
PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Oleh: Drs. Abdul Ma’in M., SS.
DIpostkan Oleh : Darwanto S Sos

PENDAHULUAN

Istilah teknologi informasi (selanjutnya disingkat TI), sering dijumpai, baik dalam media grafik, seperti surat kabar dan majalah, maupun media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah tersebut merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah "that of which one is apprised or told; intelligence, news". Kamus lain menyatakan bahwa, informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun, ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan, pada hakekatnya, informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Secara simpel, definisi TI dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi. Definisi tersebut menganggap bahwa TI tergantung pada kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroelektronik.

Sedangkan istilah jaringan perpustakaan, berarti suatu sistem hubungan antar perpustakaan, yang diatur dan disusun menurut berbagai bentuk persetujuan, yang memungkinkan komunikasi dan pengiriman secara terus menerus informasi bibliografis maupun informasi-informasi lainnya, baik berupa bahan dokumentasi maupun ilmiah. Selain itu, jaringan perpustakaan juga menyangkut pertukaran keahlian, menurut jenis dan tingkat yang telah disepakati. Jaringan ini biasanya berbentuk organisasi formal, terdiri atas dua perpustakaan atau lebih, dengan tujuan yang sama. Untuk mencapai tujuan tersebut, disyaratkan untuk menggunakan teknologi telekomunikasi dan komputer atau TI.

Kerjasama perpustakaan dalam bentuk jaringan ini penting agar semua informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama secara maksimal bagi pemakai. Henderson (1998:98) menyebutkan manfaat itu antara lain: menyediakan akses yang cepat dan mudah meskipun melalui jarak jauh; menyediakan akses pada informasi yang tak terbatas dari berbagai jenis sumber; menyediakan informasi yang lebih mutakhir yang dapat digunakan secara fleksibel bagi pemakai sesuai kebutuhannya; serta memudahkan format ulang dan kombinasi data dari berbagai sumber.



PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK

Perpustakaan elektronik merupakan sarana penyimpanan informasi, dokumen, audio visual, dan materi grafis yang tercipta dalam berbagai jenis media. Media dimaksud berkisar dari mulai slide, film, video, compact audio disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket dan floppy disc, serta lainnya yang tengah dikembangkan.

Perpustakaan elektronik merupakan bagian dari sebuah jaringan kerja (network). Secara teoritis, pemakai dapat memperoleh salinan elektronik sebuah dokumen dari mana pun juga, asal tak ada kendala keamanan, politik, ekonomi dan sosial.

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan bagi terbentuknya perpustakaan elektronik adalah:

1. Interaksi dan sirkulasi perpustakaan. Apakah pemakai berinteraksi dengan semua perpustakaan ataukah dengan perpustakaan tertentu, atau bahkan melalui sistem hirarki perpustakaan ? Apakah jasa perpustakaan cukup dilakukan melalui titik jasa lebih kecil ataukah melalui cabang, kemudian diteruskan ke simpanan informasi lebih besar ?
2. Bentuk fisik mata rantai pemakai (user link), yaitu mata rantai komunikasi antara pemakai dengan perpustakaan. Apakah pemakai datang sendiri ke perpustakaan ataukah menggunakan telepon, menulis surat, menggunakan kabel televisi, satelit, videotex, teletex, transmisi faksimil, pos elektronik dan sarana lainnya, atau justeru gabungan berbagai sarana untuk mengkomunikasikan permintaannya kepada perpustakaan? Manakah yang memerlukan desain khusus dalam hubungan antarmuka (inter-face) pamakai, komunikasi dengan mesin ataukah person to person ?
3. Menarik iuran atau mengatur distribusi dana. Jaringan tidak saja memerlukan mata rantai telekomunikasi, tetapi juga niat organisasi yang ikut serta dalam jaringan untuk beroperasi sebagai mata rantai. Untuk ini, perlu dikembangkan kebijakan mengenai titik jasa atau perpustakaan elektronik yang bertanggung jawab atas sumber serta bagaimana caranya sumber itu dimanfaatkan oleh pihak lain, apakah perlu diadakan prioritas atau tidak. Bagaimana pemakai membayar sumber? Bagaimana distribusi dana di antara perpustakaan? Ini semua menyangkut masalah ekonomis yang berkaitan dengan semua pihak.
4. Bentuk jaringan. Bagaimana bentuk jaringan berdasarkan situasi sistem perpustakaan dewasa ini?

Apa yang dikelola pustakawan pada dasarnya adalah pengetahuan tercetak. Namun dengan adanya informasi digital, terjadilah pergeseran makna dari pengetahuan. Sekarang pengetahuan lebih dilihat sebagai kemampuan dinamis untuk menghubungkan, mengubah dan menggunakan ide atau pemikiran. Dalam era digital, konsep pengetahuan dicerminkan dengan perangkat komunikasi modern, yaitu jaringan komputer. Apa yang kemarin disebut pengetahuan, mungkin saat ini hanyalah informasi yang dapat dikombinasikan dengan pemikiran-pemikiran baru untuk menjadi pengetahuan yang lebih mutakhir. Dengan kemudahan yang dimungkinkan oleh adanya jaringan komputer global, maka produksi informasi akan semakin meledak.

Jaringan informasi internet telah membuat loncatan yang begitu besar dalam memperpendek waktu transmisi informasi dan begitu luas persebarannya. Lebih dari 25 juta pemakai dari 100 negara sekarang menggunakan internet untuk surat elektonik, bulletin board, diskusi, dan mencari maupun mempertukarkan informasi. Dalam hubungan ini, yang perlu digaris bawahi adalah kecepatan informasi dari hitungan bulan, minggu, hari, jam, menit, sampai ke detik, bahkan menjadi bagian dari detikitu sendiri. Jadi, perkembangan informasi saat ini sudah menggunakan hitungan per detik.

Terdapat pro dan kontra tentang perpustakaan elektronik. Pihak yang pro memandang ada sejumlah kelebihan perpustakaan elektronik dibanding perpustakaan tercetak. Kelebihan-kelebihan dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Mudah ditemukan, yakni dengan mencari melalui kata kunci (key word).
2. Dapat dengan mudah disediakan jika dipasang pada jaringan global (internet).
3. Mudah dihubungkan (hyperlink) dengan hal yang terkait.
4. Dengan publikasi elektronik, karya ilmiah dapat segera dipencarkan, begitu selesai ditulis.
5. Publikasi elektronik dapat menekan biaya penerbitan.

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, ternyata kehadiran publikasi elektronik, khususnya publikasi ilmiah, tidak dapat dihindari. Hal ini antara lain dapat dilihat dari rekomendasi tentang publikasi elektronik yang dihasilkan dalam ICSU UNESCO Conference of Experts Electronic Publishing in Science, Paris, 19-23 February 1996. Beberapa diantaranya yang perlu disampaikan di sini ialah:

1. Perlunya mitra bestari (peer review) dan aturan pelaksanaan. Praktek mitra bestari hendaknya tetap dilakukan untuk publikasi elektronik seperti halnya publikasi tercetak.
2. Salah satu fungsi publikasi ilmiah adalah juga sebagai upaya pelestarian ide ilmiah. Fungsi ini hendaknya tetap dipenuhi oleh publikasi elektronik. Konferensi tersebut merekomendasikan pula agar komunitas ilmiah, penerbit, dan pustakawan serta ahli informasi hendaknya bersama-sama menciptakan prinsip dan pedoman dalam pelestarian elektronik, termasuk di dalamnya pemeliharaan, isi kandungan, struktur, pendanaan, keterjangkauan dan kompatibelitasnya. Dalam kaitan ini, diharapkan juga adanya kerjasama dengan ISO dalam hal standar internasional.
3. Hendaknya anggaran untuk akses informasi bagi keperluan penelitian dan publikasi hasil penelitian menjadi bagian dari anggaran penelitian itu sendiri. Selain itu, ditekankan bahwa ketersediaan informasi dalam bentuk sistem temu kembali informasi menjadi sangat penting sebagai upaya pengembangan efektifitas penelitian maupun pendidikan. Hendaknya sistem informasi ilmiah ini mendapat pendanaan yang cukup. Perlu pula dilakukan studi biaya dan manfaat publikasi elektronik yang melibatkan wakil dari perpustakaan, kalangan ilmuwan dan penerbit.
4. Walaupun setiap disiplin keilmuan selalu mempunyai prosedur pengumpulan dan pemencaran informasi, namun selalu dapat diidentifikasi hal-hal mendasar yang hendaknya diketahui masyarakat ilmiah. Latihan dasar tentang sumberdaya informasi dan pendayagunaan perpustakaan elektronik hendaknya diberikan kepada para ilmuwan. Masyarakat ilmuwan hendaknya diberikan sarana komunikasi internasional dan diprioritaskan untuk pertukaran informasi ilmiah. Dengan meningkatnya peran ilmuwan dalam publikasi elektronik, hendaknya juga diberikan fasilitas pertukaran pengalaman dan keahlian di bidang ini. Sebagai langkah pertama ialah penyediaan akses bagi para ilmuwan kepada jaringan global (internet).
5. Kerjasama internasional hendaknya terus dikembangkan, terutama karena pada saat ini partisipasi masyarakat ilmiah di negara berkembang semakin meningkat. Diharapkan, ICSU dan UNESCO tetap menjadi pelopor dalam kerjasama ini. Namun demikian, salah satu kendala dalam hal ini terletak pada pendanaan. Oleh karena itu, dukungan lembaga internasional memang sangat diharapkan.



KEMUNGKINAN UNTUK PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA

Gagasan tentang perpustakaan elektronik untuk Indonesia --saat ini-- mungkin terlalu maju. Sebab, yang tengah dilakukan oleh perpustakaan dan pusat-pusat informasi di Indonesia saat ini adalah baru pada tahap membangun jaringan kerjasama dengan kegiatan tukar-menukar informasi (dalam arti luas) secara hastawi (manual) dan belum berfungsi maksimal. Untuk menyebut beberapa contoh: sebuah lembaga di bawah Dirjen Dikti Depdikbud, yakni Unit Koordinasi Kegiatan Perpustakaan (UKKP) pada dekade 1980-an membentuk 8 Pusat Layanan Disiplin Ilmu (PUSYANDI) yang bertujuan menyediakan layanan disiplin ilmu bagi pemakai dari seluruh Indonesia. Kalangan IAIN seluruh Indonesia juga pernah membina kerjasama perpustakaan yang dimulai pada tahun 1989, dengan kegiatan pertemuan berkala setahun sekali melalui pertukaran publikasi seperti daftar buku baru, indeks majalah islam, serta pendidikan tenaga pustakawan selama tiga bulan, yang dipusatkan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kerjasama lainnya ialah jaringan komunikasi dan informasi penelitian antar IAIN, yang bertujuan mengumpulkan laporan penelitian staf pengajar IAIN serta pertukaran publikasi. Semua kegiatan kerjasama tersebut masih dilakukan secara hastawi sampai pada akhir dasawarsa 90-an.

Penulis telah mensurvey beberapa perpustakaan perguruan tinggi di Jakarta dan Surabaya (negeri maupun swasta). Hasilnya menunjukkan, ada kemajuan dalam penerapan TI untuk kerjasama jaringan informasi (Lihat tabel). Sistem manual sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, diganti dengan sistem komputerisasi atau pemanfaatan TI yang tersedia. Kemampuan menerapkan TI untuk kerjasama jaringan menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sudah siap untuk menjadi perpustakaan elektronik.

Dari tabel tersebut, terlihat adanya beberapa piranti penting yang melengkapi syarat suatu perpustakaan elektronik. Namun demikian, hasil survey menunjukkan hanya ada dua (dari 8 yang disurvey) perpustakaan yang telah menyediakan pangkalan datanya ke dalam internet, yaitu Petra dan Ubaya.



RANCANG BANGUN SISTEM PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK

Ketika membicarakan perpustakaan elektronik, maka penulis menganggap bahwa pada perpustakaan itu sudah berlangsung sistem komputerisasi dan tidak ada di dalamnya perpustakaan hastawi. Sebab, otomasi (searti dengan komputerisasi) merupakan keniscayaan yang tak bisa ditawar bagi sebuah perpustakaan elektronik. Untuk kegiatan ke dalam (ing griya), diperlukan Local Area Network (LAN), yang berfungsi untuk menangani kegiatan perpustakaan (library housekeeping) --seperti input data, membuat cantuman bibliografi, mencetak katalog jika diperlukan, menangani kegiatan administrasi, melayani peminjaman dan pengembalian (sirkulasi), menyediakan penelusuran melalui OPAC (Online Public Access Catalogue), membuat statistik pengunjung, dsb.-- secara terpadu. LAN juga bisa diperluas ke berbagai bagian yang ada di perguruan tinggi, misalnya ke fakultas-fakultas, rektorat, Puslit, dan lain-lain. Link tersebut memungkinkan mereka mengakses langsung ke pangkalan data (database) dari tempat mereka sendiri, tanpa harus datang ke perpustakaan.

Sedangkan untuk menghubungkan jaringan ke luar, diperlukan Wide Area Network (WAN), dengan langkah-langkah alternatif sebagai berikut:

* Mengupayakan sebuah Personal Computer (PC) yang dilengkapi dengan x.25 card melalui Packet Assembler de-Assembler (PAD) agar dapat dihubungkan ke jaringan. Tujuannya agar PC itu dapat akses ke satu LAN atau lebih, sehingga PC menjadi workstation beberapa LAN secara remote access. Selain itu, PC juga dapat memanggil dan terhubung ke PC lain, host dan sebagainya. Artinya, satu saat PC tersebut dapat me-remote access ke PC lain dan pada saat lain mengakses ke satu LAN, host A, B, dan C yang ada di jaringan. Jadi, sistem ini mirip sistem ATM pada kebanyakan Bank. Misalnya, Perpustakaan IAIN Surabaya bisa melakukan akses langsung ke Perpustakaan IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, Unair, Petra dan sebaliknya. Jaringan akan memberikan sambungan sesuai dengan nomor yang dipanggil. Penomoran jaringan bisa diatur dengan standar Number User Address (NUA).
* Menghubungkan beberapa LAN ke komputer induk (host). Gateway server LAN yang dilengkapi dengan x.25card dan PAD dapat mengakses satu atau lebih host, sehingga beberapa aplikasi dan data yang ada di host dapat dipakai bersama oleh seluruh workstation yang terhubung ke LAN itu. Dengan demikian, LAN yang ada di cabang dapat berkomunikasi dengan beberapa cabang lain secara simultan dengan menggunakan sirkit virtual yang berbeda.
* Untuk mengefektifkan kinerja jaringan, perlu dibentuk dua atau tiga pusat (host), misalnya host A di perpustakaan IAIN Surabaya, host B di UGM Yogyakarta, host C di IAIN Jakarta, dan sebagainya. Para host ini bertindak selaku koordinator, sekaligus berfungsi sebagai antar muka (inter-face) yang menghubungkan kepentingan anggota yang satu dengan lainnya.
* Memasang dan mengaktifkan internet.

Model jaringan di atas mengasumsikan hubungan antara anggota (simpul/nodes) secara terpusat terbagi. Host-host tersebut berperan sebagai antar muka yang menghubungkan komunikasi jaringan antara simpul yang satu dengan lainnya di host lain. Host juga berperan mendistribusikan informasi kepada simpul. Informasi di sini bisa berupa daftar bibliografi bahan pustaka (melalui OPAC), artikel majalah dan informasi ilmiah lainnya (melalui CD-Net), electronic mail, electonic bulletin board system, electronic conferencing, dan lain-lain. Semua informasi tersebut bisa di-download (diambil) atau di-upload (dikirim).



PENUTUP

Analisis terhadap penarapan TI dalam sistem jaringan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dan kemungkinan penerapannya, menunjukkan bahwa TI memberikan kemudahan luar biasa kepada pengguna untuk mengakses informasi lintas batas. Di sisi lain TI, juga memberikan kemudahan bagi pengelola informasi (pustakawan) untuk mengolah, menyimpan dan menyebarkannya. Selain itu, TI juga menjadi sarana membangun perpustakaan elektronik yang kehadirannya tidak bisa dihindari. Dengan mensurvey beberapa perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia, didapatkan gambaran tentang kesiapan perpustakaan perguruan tinggi menyambut "makhluk baru" dalam dunia informasi yaitu perpustakaan elektronik. Terbentuknya jaringan informasi --dan perpustakaan elektronik di dalamnya-- sangat diperlukan bagi perguruan tinggi, guna memberikan akses yang besar kepada pemakai (mahasiswa, dosen, peneliti) terhadap perkembangan pengetahuan dari detik ke detik.

Keniscayaan untuk membentuk learning society di perguruan tinggi, salah satu caranya ialah dengan meningkatkan kemampuan menggunakan TI, dan selalu mengikuti perkembangannya. Bahan pustaka dalam bentuk elektronik perlu diperbanyak, agar selain memperbesar akses terhadap informasi juga mempermudah pengelolaannya. Yang tidak kalah penting lagi adalah dengan semua itu, meningkatlah kualitas dan citra perguruan tinggi. @

KIAT MEWUJUDKAN LAYANAN “DIGITAL LIBRARY” YANG BERKUALITAS

KIAT MEWUJUDKAN LAYANAN “DIGITAL LIBRARY” YANG BERKUALITAS
Oleh : Widodo
Di Postkan Oleh : Darwanto S Sos

1. Pengantar

Perkembangan teknologi informasi (disebut TI) telah hampir memasuki semua bidang kehidupan, baik untuk keperluan dinas, bisnis, pendidikan, komunikasi, akses informasi, dsb. Karena akses dengan TI tersebut untuk mendapatkan informasi semakin mudah, informasi apa saja, mulai informasi untuk keperluan rumah tangga, sampai informasi di belahan planet lain. Informasi tersebut mungkin sangat berguna dan sangat dibutuhkan ataupun informasi yang menyesatkan.

Berangkat dari sinilah, perpustakaan maupun pustakawannya perlu mengangkat betapa pentingnya pembelajaran bagi setiap individu yang menggunakan informasi. Dengan TI tidaklah hanya untuk kemudahan dalam “information retrieval” saja, melainkan lebih penting adalah bagaimana mengajak masyarakat yang belajar (learning society) dan membuat individu-individu terlibat di dalamnya menjadi individu-individu yang mau belajar sepanjang masa (long-life learning). Maka tak heran apabila dalam dunia perpustakaan muncul istilah dan konsep “knowledge management” di samping “information management”.

Melihat kenyataan di atas, tulisan ini mencoba membahas suatu harapan untuk mewujudkan layanan “digital library” yang berkualitas ditinjau dari sisi kompetensi pustakawan dengan pemanfaatan TI.

2. Kompetensi Yang Dibutuhkan

Mewujudkan perpustakaan yang baik tidaklah gampang. Baik bisa ditinjau dari berbagai aspek, misalnya besaran koleksi yang ada dan gedung yang representatif, sampai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran komunitasnya. Kebutuhan tersebut antara lain : pemenuhan kebutuhan informasi, rekreasi, innovasi dan kreatifitas, belajar dan pendidikan, penelitian, interkasi dan pengabdian kepada mayarakat, fasilitas untuk berbagi pengetahuan dengan orang lain, dsb. Untuk mewujudkan semua ini, maka diperlukan kompetensi perpustakaan dan pustakawannya.

2.1 Kompetensi Perpustakaan

2.1.1 Intrastruktur TI
TI merupakan keharusan bagi perpustakaan. TI akan mampu mempercepat, mengakurasi sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan. TI ini minimal harus mempunyai mempunyai jaringan lokal (Local Area Network) dan jaringan global (Wide Area Network).

2.1.2 Isi
Yang dimaksud di sini adalah semua informasi/dokumen, aplikasi, layanan/jasa dan fasilitas pendukung yang akan sediakan.

2.1.3 Sumberdaya Manusia (SDM)
SDM merupakan faktor sangat penting dalam manajemen informasi dan memberikan layanan. Di bawah akan disampaikan uraian kompetensi bagi pustakawan.

2.1.4 Users
Perpustakaan tidak terlepas dari penggunanya. Perpustakaan seyogyanya selalu mengembangkan profil penggunanya, bahkan perlu mengadakan kolaborasi dengan institusi-institusi lain yang tidak hanya terbatas pada jenisnya. Di samping itu, perpustakaan perlu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pengguna dan mitra kerjanya, yaitu dengan kegiataan, survei, promosi dan “user education”.

2.2 Kompetensi Pustakawan

2.2.1 Manajemen Informasi

2.2.1.1 Mencari Informasi dengan :
o Mendefinisikan kebutuhan infomasi. Ini sangat erat sekali dengan teoritis layanan referensi perpustakaan dengan mengembangkan “WH question”
o Melakukan penelusuran informasi. Pustakawan harus memiliki keterampilan menelusur informasi termasuk di dalamnya strategi penelusuran, kemampuan menggunakan alat akses informasi dan kemampuan tentang keramakan sumber informasi, dsb.

2.2.1.2 Menggunakan Informasi dengan :
o Memilah informasi. Membedakan mana informasi yang bermanfaat/dibutuhkan dan mana yang harus disingkirkan.Mengolah dan mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber berbeda dengan mengklasifikasi informasi, mengenali hubungan antar konten yang satu dengan kontek yang lain.
o Mengevaluasi/menilai infomasi yang diperoleh dengan mengidentifikasi pro-kontra dari sumber yang berbeda.
o Mengekspresikan informasi dengan menyarikan dan mengidentifikasi informasi yang relevan, mengorganisasi dan menganalisa informasi, membandingkan dengan sumber permasalahan yang ingin dipecahkan sekaligus membuat kesimpulannya.

2.2.1.3 Mengemas ulang informasi.
Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan resensi informasi.

2.2.1.4 Mengorganisasi Informasi.
Tujuan utama perpustakaan ialah agar pengguna memanfaatkan informasi. Untuk itu pustakawan disamping harus menyediakan “acsess point”, tetapi harus pula mampu melakukan : abstraksi (abstracting) dan peng-indeks-an (indexing). Menggunakan sistem klasifikasi atau taksonomi (tesaurus, tajuk subyek) yang ada.

2.2.1.5 Penyebaran Informasi.
Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi dan mempromosikan perpustakaan dan layananya secara keseluruhan.

2.2.2 Kemampuan Berkomunikasi
Yaitu kemampuan pustakawan yang berguna dalam hubungannaya dengan pengguna perpustakaan maupun teman sejawat, yaitu :
o Komunikasi yang efektif dan bisa mempengaruhi orang lain.
o Mendengar orang lain dengan
o Memberikan feedback
o Mengatasi konflik
o Mampu melalui mekanisme formal dan informal
o Mampu membangun “work team”

2.2.3 Berwawasan dan Aplikatif TI
Yaitu wawasan yang harus dimiliki oleh para pustakawan tentang TI sekaligus mampu mengaplikasinya dalam tugas sehari-hari.

2.2.4 Kemampuan Manajerial
Yaitu kemampuan menerapkan manajemen administrasi dengan baik dan menerapkan prinsip-prinsip manajerial yang dikembangkan dari teori manajemen: planning, budgeting, directing/commanding, recruiting, controlling, evaluating, coordinating, punishing/rewarding, delegating, promotion dan reporting.

3. Penutup
Beberapa kompetensi di atas yang harus dimiliki perpustakaan dan pustakawannya bukan merupakan harga mati, namun mestinya masih banyak yang perlu diungkap. Penerapan kompetensi tersebut tentunya akan tergantung pada sumberdaya yang tersedia dan kegigihan dari para peneglola perpustakaan sendiri dan dukungan dari eksternal perpustakaan.

SUMBER ACUAN

Wicaksono, Hendro Mengembangkan kualitas dan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi http://hendrowicaksono.multiply.com/journal/item/8

Sloan. Bernie Service perspectives for the digital library remote reference services http://www.lis.uiuc.edu/~b-sloan/e-ref.html
Elkin, Judith Beyond the beginning: the global digital library. Information navigators: future professionals? http://www.cni.org/regconfs/1997/ukoln-content/repor~12.html

MEMBANGUN AUTOMASI PERPUSTAKAAN

MEMBANGUN AUTOMASI PERPUSTAKAAN:

tinjauan kebutuhan spesifikasi software*)

WIDODO H. WIJOYO**)

e-mail: widodo@uns.ac.id

Webblog: widodo.staff.uns.ac.id

HP: +62 08562999385
Di Postkan Oleh : Darwanto, S Sos

I PENGANTAR

Komputer, teknologi Informasi (TI), dan teknologi komunikasi telah menyebar hampir di semua bidang kehidupan, tidak terkecuali perpustakaan. Karena perpustakan merupakan institusi pengelola informasi, maka harus sigap dan tanggap terhadap kebutuhan informasi dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.

Perkembangan dari penerapan komputer, TI, dan teknologi komunikasi di perpustakaan bisa dilihat dari perpustakaan manual ke perpustakaan terautomasi dan perpustakaan digital. Bahkan, tren yang berkembang saat ini (walaupun mungkin belum diteliti), ukuran perkembangan perpustakaan lebih banyak dinilai dari penerapan Komputer, TI, dan teknologi komunikasi, bukan dari ukuran lain, seperti besar gedung, jumlah koleksi fisik yang tersedia, maupun jumlah penggunjungnya.

II PENGERTIAN

Dari beberapa pengertian automasi perpustakaan yang ada, tiga di antaranya sebagai berikut:

2.1. Http://www.biology-online.org/dictionary/Library_automation: The use of automatic machines or processing devices in libraries. The automation may be applied to library administrative activities, office procedures, and delivery of library services to users. (Penggunaan mesin atau alat pemrosesan automatis di perpustakaan. Automasi diterapkan untuk aktivitas administrasi perpustakaan, prosedur-prosedurnya, dan untuk memberikan pelayanan kepada pengguna).

2.2. Arif: Penerapan teknologi informasi digunakan sebagai Sistem Informasi Manajemen Perpustakaan. Bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem informasi perpustakaan adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi bahan pustaka, pengelolaan anggota, statistik dan lain sebagainya.

2.3 Widodo: Pengunaan teknologi komputer, TI, dan teknologi komunikasi beserta aplikasinya untuk melaksanakan kegiatan rutin perpustakaan, yang eksesnya langsung dapat dimanfaatkan oleh pemustaka, yaitu:

1. manajemen pengadaan bahan pustaka (aquisition management),

2. manajemen informasi (information management), atau pengolahan bahan pustaka, atau katalogisasi

3. layanan informasi (information services), atau layanan sirkulasi,

4. temu balik informasi (information retrieval), atau OPAC (Online Public Access Catalog),

5. manajemen serial (serials management)

Dalam operasionalnya, hanya 3 (tiga) modul utama yang diperlukan dan menjadi modul keharusan, yaitu:

1. modul untuk kegiatan manajemen informasi (information management) atau pengolahan bahan pustaka atau katalogisasi,

2. modul untuk layanan informasi (information services) atau layanan sirkulasi,

3. modul untuk temu balik informasi (information retrieval) atau OPAC (Online Public Access Catalog).

Modul-modul tambahan, seperti: aquisition modul, serials modul, booking materials modul, dan inter-library loan modul sifatnya opsi, karena penambahan modul akan menambah beaya dan namun tidak berbengaruh besar kepada pemustaka. Ada kalanya, modul-modul opsi sudah dimasukkan ke dalam modul utama.

III LATARBELAKANG

Penerapan automasi perpustakaan lebih dilatarbelakangi:

1. Jumlah terbitan/koleksi meningkat

2. Kebutuhan informasi meningkat

3. Jumlah jenis layanan meningkat

4. Keterbatasan SDM

5. Adanya “greged” dari pengelola perpustakaan untuk mengembangkan perpustakaannya.

IV TUJUAN AUTOMASI PERPUSTAKAAN

Adapun tujuan automasi perpustakaan adalah:

1. Untuk meningkatkan pelayanan, mempercepat, mengefisienkan dan mengakurasi pekerjaan

2. Untuk memberi keleluasaan akses informasi

3. Untuk meningkatkan akses ke perpustakaan lain

4. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan TI

5. Untuk meningkatkan prestise/citra

6. Agar perpustakaan tidak terisolasi

7. Untuk menyebarkan informasi

8. Untuk mengembangakan kerjasama dan “resource sharing”

V FAKTOR-FAKTOR PENDORONG

Mengimplementasikan automasi perpustakaan tidaklah sesulit seperti di awal 90an. Faktor-faktor yang memberi kemudahan untuk implementasi automasi perpustakaan saat ini antara lain:

1. Kemudahan mendapatkan produk TI dan semakin terjangkau harganya

2. Dudukungan perkembangan teknologi komunikasi

3. Tawaran banyaknya aplikasi untuk automasi perpustakaan

4. Tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, tepat, akurat dan bervariasi yang harus direnspon secara positif

VI UNSUR-UNSUR PENDUKUNG

Dalam automasi perpustakaan terdapat beberapa unsur atau syarat yang saling mendukung, dan terkait satu dengan lainnya. Unsur-unsur atau syarat tersebut antara lain:

1. Komitmen pengelola perpustakaan

Ini berarti bahwa, pengelola perpustakaan (mulai dari tingkatan kepala/penanggungjawab sampai staff perpustakaan tingkat bawah) dituntut untuk berinisiatif dan memiliki keteguhan yang kuat untuk mewujudkan automasi perpustakaan. Hal ini perlu dilakukan dengan diskusi yang efektif di antara mereka mulai dari perencanaan, persiapan, instalasi, training, ujicoba, sosialisasi, implementasi, evaluasi dan pengembangan.

2. Dukungan pimpinan

Inisiatif dan keteguhan belumlah cukup tanpa dukungan pimpiman di mana perpustakaan tersebut dipayungi, Oleh karenanya, para pengelola perpustakaan harus mampu meyakinkan pimpinan induk untuk memberi dukungan dan dorongan penuh.

3. Dana

Dukungan dan dorongan pimpinan tidaklah sekedar dukungan dan dorongan secara moral saja, akan tetapi yang pasti dukungan tersedianya anggaran untuk pengadaan hardwares, software, training, perawatan (mantenance), pengembangan dan pembeayaan lainnya.

4. Perangkat Keras (Hardwares)

Komponen dari sisi pandang hardwares, antara lain: komputer, HUB, UTP cable, printer, laminator, UPS, barcode scanner, scanner dan lainnya, perlu disediakan. Ada yang sifatnya keharusan, dan ada yang sifatnya opsi.

5. Perangkat Lunak (Software)

Selain software sistem operasi, diperlukan software aplikasi untuk automasi perpustakaan. Diharapkan bahwa, aplikasi automasi perpustakaan bisa diaplikasikan dalam berbagai sistem operasi (multi-platform), mampu mengelola data secara handal, dapat dioperasikan secara bersama-sama (multi-user).

6. Network (Jaringan)

Network (jaringan) adalah kumpulan dua atau lebih sistem komputer yang terhubung. Ada 2 (dua) jenis jaringan komputer:

a. Local-Area Network (LAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berdekatan secara geografis (misalkan satu gedung). Ini berarti bahwa, automasi perpustakaan hanya sebatas pada lingkup perpustakaan saja, atau lingkup lembaga saja

b. Wide-Area Network (WAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berjauhan dan dihubungkan dengan line telepon atau gelombang radio. Ini berarti bahwa, perpustakaan tersambung dengan jaringan global, sehingga data/informasi akan bisa diakses secara global pula.

7. Data (anggota, bibliografi)

Untuk bisa dilakukan transaksi peminjaman pustaka diperlukan data anggota dan data bibliografi. Data ini bisa diperoleh melalui: entri data baru maupun konversi data yang telah ada. Agar data mudah ditemukan kembali dan memberi kenyamanan tampilan, maka yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan data diperlukan ketelitian, kekonsistenan, kecepatan, taat azas pada pedoman/peraturan.

8. Pengguna (users)

Pengguna yang dimaksud di sini adalah pemustaka atau siapasaja yang berpotensi menjadi pengguna perpustakaan (potential users). Memberi kemanfaatan kepada pengguna adalah salahsatu target dari tujuan automasi perpustakaan. Konsultasi/diskusi dengan pengguna untuk menentukan kebutuhannya perlu dilakukan. Namun perlu pencerahan terhadap penilaian yang mungkin keliru yang dilakukan oleh pengguna mengenai kebutuhan dan persepsi tentang apa yang bisa dan tidak/belum bisa dilakukan oleh suatu sistem automasi perpustakaan. Catat secara detail tentang kebutuhan dan keinginan pengguna, karena akan sangat bermanfaat untuk pengembangan sistem automasi perpustakaan di masa mendatang.

9. System administrator (administrator sistem)

System administrator atau administrator sistem automasi perpustakaan mutlak diperlukan. Hal ini untuk mengatur, mengontrol dan meyakinkan bahwa, seluruh komponen automasi perpustakaan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karenanya seseorang yang ditunjuk sebagai administrator sistem harus:

a. menguasasi komputer dan jaringan komputer

b. menguasai aplikasi yang diterapkan

c. menguasai operating system

d. mempunyai pengetahuan perpustakaan

e. memahami tatakerja/manajemen perpustakaan

f. mempunyai komitmen terhadap tugas

g. mampu bekerja secara organisasi dan perorangan

h. mempunyai wawasan yang luas

i. selalu bersedia mengembangakan ilmu dan ketrampilannya

VII SPESIFIKASI UMUM

Untuk mengimplementasi automasi perpustakaan diperlukan software (perakkat lunak) yang memadai. Perpustakaan bisa merancang sendiri atau bekerjasama dengan Pusat Komputer di mana perpustakaan tersebut berada (in-house product), atau perpustakaan bisa memesan kepada perusahaan perancang aplikasi komputer (company product). Sebagai gambaran, pertanyaan berikut bisa dipakai sebagai kriteria umum dalam penilaian untuk menentukan software:

1. Bisa berjalan pada berbagai jenis operating system (multi-platform)

2. Kapasitas simpan?

3. Sudah teruji?

4. Harga?

5. User interface (tampilan)?

6. Fasilitas “searching”?

7. Security systems (sistem pengamanan)?

8. Indexing (pengindeksan)?

9. Fasilitas training?

10. Jaminan/garansi?

11. Fasilitas tutorial dan help screens?

12. Fasilitas “conversion”?

13. Kemampuan “file sharing”?

14. Fasilitas pelaporan?

15. Web interfaceble?

16. Lisensi?

17. Beaya “maintenance”?

18. Interval upgrade?

VIII MODUL KATALOGISASI

Modul manajemen informasi (information management) atau pengolahan bahan pustaka yang secara umum disebut sebagai modul katalogisasi. Modul katalogisasixe “Modul katalogisasi“ adalah modul untuk membangun database koleksi, bahkan dalam perkembangannya ada beberapa aplikasi automasi perpustakaan juga berfungsi untuk membangun digital library. Dengan modul ini, selanjutnya pustakawan dan pengguna perpustakaan bisa mengkases database yang berisi berbagai jenis koleksi perpustakaan, atau akses ke database tertentu. Bahkan dimungkinkan database tersebut dimanfaatkan untuk “resource sharingxe “resource sharing“”.
Database tersebut meliputi sumber bibliografis dan “authority recordsxe “authority records“” yang siap untuk diakses dengan menggunakan berbagai strategi penelusuran. Sekali melakukan penelusuran, record-record akan ditampilkan dan siap untuk di-download untuk keperluan “copy cataloguingxe “copy cataloguing“” atau diupdate.. Dalam hal update/editing bisa dilakukan “full record editing”, holdings maintenance, dan pembuatan entri baru. Untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik, Modul Katalogisasi harus memiliki berbagai karakteristik.


Adapun karakteristik Modul Kalogisasi dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Security system for different levels (sistem pengamanan untuk berbagai tingkatan)

2. Help menues at any menu (Menu bantuan pada setiap menu/sub menu)

3. Searching menues (Menu penelusuran)

4. Search menu update (Menu penelusuran yang bisa di-update)

5. Workform: sort and full entry (Form isian: ringkas, komplit) apakah dalam format MARC atau Dublin Core

6. Record control (Kontrol cantuman)

7. Identification of creator, date (entry, modify), language (Adanya identitas pengentri, tanggal entri tanggal dimodifikasi, bahasa)

8. Records may be added from external sources (cantuman-cantuman bisa dikonfersi dari database lain)

9. Export data may be possible (Dimungkinkan bisa ekspor data)

10. Duplicating of records may be possible (Memungkinkan untuk menduplikasi cantuman)

11. Authority control (Kontrol terhadap cantuman bibliografi dalam katalog agar bisa terjaga konsistennya: pengarang, judul dan subjek).

12. Authority global update (Bisa meng-update secara global)

13. Authority maintenance (pemeliharaan/perawatan terhadap “authority control”)

14. Editing, deleting and merging (Mengedit, menghapus, menggabung)

15. Automatic indexing (Proses pengindekan secara automatis)

16. Unlimited length for certain fields (Untuk field-field tertentu tidak dibatasi panjang pendeknya)

17. Repeatable field (Pengulangan field)

18. Status update (Bisa meng-update status)

19. Item types (Jenis koleksi untuk mengetahui lama peminjaman, besaran denda, berapa kali bisa diperpanjang, dll.)

20. Item sources (Sumber koleksi)

21. Item notes (Catatan koleksi)

22. Item locations (Lokasi kolsksi)

23. Used barcodes are controlled (Barcode terpakai bisa terkontrol)

24. Usecount and totalused are identified (Identitas jumlah penggunaan)

25. Reports (Laporan)

IX MODUL SIRKULASI

Modul sirkulasi didesain untuk keperluan pelayanan peminjaman.dan pelayanan informasi. Menu modul sirkulasi memliliki fungsi untuk meja pelayanan dan memungkinkan pustakawan melakukan pelayanan lain bagi pengguna, bahkan beberapa fungsi dari modul yang lain ada di modul sirkulasi ini (misalnya: penelusuran biliografi, merubah status koleksi, merubah lokasi koleksi).

9.1 Pendaftaran/identifikasi Anggota

Sebagaimana telah disebut di atas bahwa, Modul katalogisasi adalah modul untuk membangun database bibliografi. Sedangkan Modul Sirkulasi, salah satu fungsinya untuk membangun database anggota. Fungsi-fungsi Modul Sirkulasi selanjutnya, misalnya: peminjaman, pemesanan dan pembayaran denda atau berbagai beaya Modul sirkulasi menyediakan beberapa cara untuk mengidentifikasi anggota. Apabila anggota di depan pustakawan, pustakawan bisa men-scan kartu anggota, namun jika anggota tidak di hadapan pustakawan atau tidak membawa kartu anggota, pustakawan bisa melakukan “browsing” nama dari daftar anggota.

9.2 Akses Fungsi Lain

Modul sirkulasi memungkinkan pustakawan menjalankan fungsi modul yang lain yang relevan dengan modul sirkulasi. Dengan menggunakan menu-menu, pustakawan kembali ke menu asal atau menu berikutnya, misalnya menu peminjaman dan atau data anggota yang sedang aktif. Dari menu sirkulasi ini, pustakawan bisa melakukan “searching” bibliografis atau menjalankan modul katalogisasi dan kemudian kembali ke menu sirkulasi.

9.3 Mendifinisikan Kebijakan Sirkulasi

Modul sirkulasi memberi fasilitas untuk mendefinisikan kebijakan sirkulasi yang dituangkan dalam sistem automasi. Di antara kebijakan tersebut adalah :

· Menentukan jenis keanggotaan dan hak peminjamannya

· Menentukan lama peminjaman, besar denda keterlambatan

· Menentukan jumlah koleksi yang dipinjam dari masing-masing jenis anggota

· Menentukan kapan tagihan harus dikirim

· Menentukan kapan anggota akan diblokir sehubungan keterlambatan dan denda, atau hal-hal lain.

· Menentukan hari-hari libur perpustakaan

· Menentukan jenis koleksi yang bisa dipinjam dan berapa waktunya

Kebijakan semacam ini dimungkinkan juga untuk pelaksanaan automasi dari beberapa perpustakaan cabang/unit yang memiliki kebijakaan yang berbeda.

9.4 Layanan Di Meja Sirkulasi

Peminjaman, pegembalian, pemblokiran, denda/beaya, pemesanan, catatan sedang/pernah dipinjam/meminjan – akan mudah dan cepat dilakukan di modul sirkulasi saat pustakawan berhadapan dengan anggota atau pelayanan dengan telepon:

· Peminjaman, akan menunjukkan barcode koleksi, judul, dan tanggal seharusnya kembali.

· Pengembalian, menunjukkan daftar judul koleksi yang dikembalikan

· Pemblokiran, menunjukkan jika dan mengapa anggota diblokir. Dari sini pustakawan bisa menambah, menghapus, dan mengupdate blokir.

· Denda/beaya, bisa terlihat berbagai jenis denda/beaya, termasuk alasannya. Pustakawan bisa menambah, mengupdate, melakukan pembayaran, cicilan untuk denda/beaya.

· Pemesanan, memungkinkan pustakawan memesankan koleksi yang sedang dipinjam untuk anggota yang lain atau untuk perpustakaan cabang/unit.

· Record pernah dipinjam, memungkinkan pustakawan melihat suatu koleksi pernah dipinjam oleh anggota siapa saja.

· Record pernah pinjam, memungkinkan seorang anggota pernah pinjam koleksi apasaja, termasuk judul, tanggal pinjam/kembali.
9.5 Laporan Kegiatan Sirkulasi

Dimungkinkan untuk membuat laporan kegiatan bagian sirkulasi yang bisa diformulasi rentang waktunya dan apasaja yang perlu ditampilkan.


X OPAC

OPAC adalah “Online Public Access Catalog: provides access to the library’s holdings via a computer monitor, replacing the traditional card catalog. May also be called a PAC (Public Access Catalog)”. (OPAC adalah sarana akses ke data katalog melalui monitor komputer, menggantikan katalog tradisional, katalog kartu. OPAC juga disebut PAC).

Adapun karakteristik OPAC antara lain sebegai berikut:

1. searching is faster, easier, efficient (penelesuran bisa dilakukan lebih cepat, mudah dan efisien)

2. more users at the same time (beberapa pengguna bisa melakukan penelusuran dalam waktu yang bersamaan)

3. browsing is easier (penelusuran acak bisa dilakukan dengan mudah)

4. read only (hanya untuk dibaca)

5. more searching options (lebih banyak opsi menu penelusuran)

6. basic searching/advanced searching (tersedianya penelusuran sederhana dan penelusuran tingkat mahir)

7. boolean operator (AND, OR, NOT) (tersdianya operator boolean)

8. display options (tersedianya opsi tampilan)

9. internet access (bisa diakses via internet)

10. downloading/saving: external/computer disc (bisa download dan disimpan)

11. Sending via e-mail (hasil penelusuran bisa dikirim via e-mail)

12. truncations (kemampuan penelusuran dengan pemenggalan kata)

13. printing is available (menyediakan fasilitas cetak)

14. identify items’ status (status koleksi teridentifikasi)

15. mengesampingkan huruf besar maupun huruf kecil dan tanda-tanda baca

16. articles (a, an, the) pada awal kata dikesampingkan

17. dapat dipilih multiple hits untuk tampilan

XI PENUTUP

Sedikit yang bisa disampaikan, mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan bagi para praktisi dunia perpustakaan yang akan membangun automasi perpustakaan dan mengembangakan perpustakaannya.

——————–

SUMBER RUJUKAN
1. ——————– Cataloging Glossary. http://www.infopeople.org/training/past/2006/beyond/bcc_glossary.pdf. Diakses 6 Juli 2009.
2. ——————– KLAS Circulation Control Module. http://www.klas.com/ProductsCirculation.html. Diakases 3 Juli 2009.
3. ——————– Library Automation Considerations. http://www.widernet.org/library%20projects/libraryautomation/autessay.html. Diakses 1 Juli 2009.

4. Arif, Ikhwan. Konsep dan Perencanaan dalam Automasi Perpustakaan. Makalah Seminar dan Workshop Sehari “Membangun Jaringan Perpustakaan Digital dan Otomasi Perpustakaan menuju Masyarakat Berbasis Pengetahuan“ UMM 4 Oktober 2003. http://aurajogja.wordpress.com/2006/07/11/otomasi-perpustakaan/ Diakses 30 Juni 2009
5. Manjunath, G.K. Library Automation: Why and How? http://www.igidr.ac.in/lib/paper1.htm. Diakases 6 Juli 2009.
6. Moulton, Lynda. Leading the Library Automation Project. Diakses http://www.ilsr.com/leading.htm. Diakses 29 Juni 2009.
7. Saleh, Abdul Rahman. Strategi Penerapan Teknologi Informasi (Digital Library) di Perpustakaan dan Pusat Informasi. http://bpib-teknologi.blogspot.com/2006/05/strategi-penerapan-teknologi-informasi.html. Diakses 30 Juni 2009.

8. Widodo Sekilas Tentang Katrakteristik Modul Katalogisasi. Makalah disampaikan dalam Workshop ”Membangun Perpustakaan sekolah Berbasis Teknologi Informasi, FISIP UNS, diselengarakan oleh Program Diploma III Perpustakaan FISIP UNS, tanggal 13 Oktober 2005.

9. Widodo. Sekilas Tentang Karakteristik Modul Sirkulasi Makalah disampaikan dalam Workshop ”Membangun Perpustakaan sekolah Berbasis Teknologi Informasi, FISIP UNS, diselengarakan oleh Program Diploma III Perpustakaan FISIP UNS, tanggal 13 Oktober 2005.

1. Widodo. Studi Kasus Dalam Implemtasi Otomasi Perpustakaan: Pengalaman Membangun Database Bibliografis di UPT Perpustakaan UNS. Makalah Disampaikan pada Technical Assistance di UPT Perpustakaan UNILA, tanggal 22 s.d. 25 Agustus 2005.

*) Disampaikan dalam Seminar Membangun Atuomasi Perpustakaan, diselenggarakan oleh UPT Perpustakaan ISI Surakarta, pada tanggal 13 Juli 2009, dalam rangka Dies Natalis ISI Surakarta ke-45, tahun 2009.

**) Program Diploma III Perpustakaan & Program Diploma III Manajemen Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.