StatCounter

View My Stats

Rabu, 06 Mei 2009

Perpustakaan

BANDUNG, (PRLM).- Peran perpustakaan secara umum dinilai masih sebatas penyimpan koleksi, bukan sebagai penyedia pengetahuan seperti yang menjadi peran idealnya dalam dunia pendidikan. Keadaan ini diperburuk dengan perlakuan beberapa instansi yang masih menganggap perpustakaan sebagai pelengkap, sehingga pengadaannya sebatas asal ada tanpa penyiapan infrastruktur dan manajemen sumber daya manusia sesuai bidangnya.

"Perpustakaan kita masih menawarkan bahan mentah. Ukuran kualitasnya masih sebatas pada jumlah koleksi, belum pada manajemen pengetahuan seperti di negara lain, di mana perpustakaan mampu mengelola secara terperinci kebutuhan literatur seseorang. Contoh sederhana, paling tidak untuk masing-masing jurusan berdasarkan mata kuliah dan angkatannya sudah tersusun seperti menu literatur sehingga saat datang ke perpustakaan, orang tidak bingung seperti yang umum terjadi saat ini ," kata pakar ilmu perpustakaan asal Fikom Unpad, Agus Rusmana di Bandung, Selasa (12/8).

Menurut Agus, keberadaan berbagai media dengan kemajuan teknologi menawarkan sumber pengetahuan membuat perpustakaan tidak dapat lagi menjadi magnit kuat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuannya jika hanya menyediakan bahan mentah berupa koleksi buku.

Oleh karena itu, kata Agus, di tengah begitu banyaknya koleksi, ukuran kualitas sebuah perpustakaan harus mulai diarahkan pada manajemen pengetahuan yang menawarkan pengetahuan komprehensif yang matang sesuai kebutuhan orang, tidak melulu membanggakan penyediaan koleksi dengan jumlah besar, yang sebenarnya merupakan bahan mentah pengetahuan.

"Jadi mengunjungi perpustakaan itu idealnya seperti ke dokter. Orang perpustakaan sudah tahu apa saja yang dibutuhkan pengunjung untuk memenuhi kebutuhan bacanya. Dan yang dapat melakukan itu adalah staf ahli perpustakaan, jadi tidak bisa sembarangan mempekerjakan orang di perpustakaan," kata Agus.

Lebih lanjut dia mengatakan, aspek manajemen perpustakaan merupakan hal yang perlu segera dibenahi. “Yang terjadi secara umum, perpustakaan masih dikelola dengan manajemen warung, ada pengunjung baca syukur, tidak ada ya tidak apa-apa. Bahkan menganggap rendahnya minat baca masyarakat sebagai penyebab orang malas ke perpustakaan. Padahal sebagai sumber pengetahuan, perpustakaan selayaknya bisa diberdayakan agar setiap orang merasa tergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pengetahuan,” ujarnya.

Di mata Dadi Pakar, seorang pengamat yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Jabar, sejauh ini perpusatakaan yang ada di sekolah belum termanfaatkan maksimal. "Banyak ruang perpustakaan yang tidak layak. Sekalipun layak dengan koleksi buku yang cukup banyak, tapi banyak buku yang tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga keberadaannya menjadi sia-sia karena tidak ada yang memanfaatkan," kata Dadi.

Hal itu terjadi karena ketidakseriusan dalam pengadaan buku-buku pengisi perpustakaan. Mestinya sebelum mengadakan buku-buku di sekolah, dilakukan inventarisasi akan kebutuhan terlebih dulu supaya tidak sia-sia. Terhadap buku-buku yang sudah ada pun hendaknya dikelola dengan lebih baik. Peran seorang pustakawan menjadi lebih dibutuhkan, karena merekalah yang nantinya diharapkan bisa memberikan pertimbangan banyak mengenai buku-buku apa saja yang layak dijadikan materi ajar di kelas.

Supaya perpustakaan bisa dimanfaatkan lebih maksimal, kepada pustakawan-pustakawan ini hendaknya diberikan semacam pelatihan. Baik berupa teknis buku, administrasi perpustakaan, maupun materi yang berkaitan lainnya.

Tidak ada komentar: